Apa yang pertama kali muncul di benak Anda ketika mendengar kata pantai? Tentu saja hal yang terbayang di dalam kepala adalah daratan berpasir yang berbatasan langsung dengan laut, lengkap dengan sapuan ombak dan aroma garam. Namun bagi masyarakat Kecamatan Lawang Wetan, Kabupaten Muba (Musi Banyuasin), pantai memiliki arti tersendiri.
Satu kali dalam setahun, aliran Sungai Musi yang membelah Bumi Serasan Sekate tersebut akan mengering dan surut, menampakkan dataran berpasir yang kerap disebut warga Muba sebagai ‘pantai’. Peristiwa sekali setahun tersebut menandai datangnya musim kemarau bagi warga Muba, dan akan mencapai puncaknya setiap Bulan Agustus. Selain surut, air Sungai Musi di wilayah pantai tersebut pun turut menjadi jernih, berbeda dengan warna keruh yang biasa tampak saat air tengah pasang.
Surutnya Sungai Musi di Kecamatan Lawang Wetan tidak disia-siakan oleh warga setempat. Pantai tersebut ramai dikunjungi warga, baik untuk sekedar berjalan-jalan, berenang, bermain sepakbola, berfoto ria dan yang paling unik adalah mandi pasir atau yang biasa disebut ‘mandi bongen’.
Nilai Kebudayaan Masyarakat Muba dalam mandi Bongen
Mandi bongen bukan tradisi yang baru muncul di kalangan masyarakat Muba. Masyarakat Muba yang bermukim di Kecamatan Karang Wetan, Lais dan Babat Toman sudah terbiasa melakukan mandi bongen sejak dulu kala. Meski demikian, belum ada sumber sejarah yang cukup akurat dalam menjelaskan sejarah tradisi mandi bongen.
Titik pemandian bongen yang paling digemari terdapat di Kecamatan Karang Wetan, tepatnya di Desa Karang Ringin dan Desa Ulak Paceh. Untuk bisa sampai di lokasi tujuan, seorang turis harus banyak bertanya dengan warga sekitar, karena lokasi pantai tempat mandi bongen cukup tersembunyi di balik pepohonan. Selain itu untuk bisa menginjakkan kaki di pantai, warga perlu menuruni sebuah tebing yang cukup curam. Namun di ujung semua itu, pemandangan dataran pasir yang indah dan air Sungai Musi yang jernih membayar lelahnya perjalanan tersebut.
Sayangnya meski menjadi kegiatan tahunan masyarakat Muba, tradisi mandi bongen dan pasir Sungai Musi tersebut belum banyak tersentuh perhatian pemerintah. Hal tersebut tampak dari banyaknya sampah plastik dan ranting kayu yang mengganggu keindahan pemandangan di pasir pantai. Padahal jika ditanggulangi dengan maksimal, pantai yang hanya muncul sekali dalam setahun tesebut mampu menarik perhatian turis untuk berkunjung.
Mandi bongen tidak hanya dilakukan oleh golongan tertentu, tapi semua kalangan. Bahkan dalam beberapa kesempatan, turis dari luar Muba pun turut serta dalam kegiatan mandi berjamaah tersebut. Kegiatan mandi bongen membawa banyak nilai budaya dan sosial, karena selain mandi, warga juga turut bercengkerama dan bersosialisasi satu sama lain. Warga yang mandi juga turut mengajak anak-anaknya ke pantai untuk berekreasi dan bermain.
(Sumber : infosekayu.com; rmolsumsel.com)