Tinggal Reruntuhan, Candi Batu Kebayan Diklaim Berusia Sama dengan Borobudur

Meski banyak ahli sejarah mengklaim bahwa Palembang adalah pusat peradaban Kerajaan Sriwijaya di masa lampau, sejatinya tidak banyak peninggalan sejarah Kerajaan Sriwijaya yang bisa ditemukan

Sunny H

Meski banyak ahli sejarah mengklaim bahwa Palembang adalah pusat peradaban Kerajaan Sriwijaya di masa lampau, sejatinya tidak banyak peninggalan sejarah Kerajaan Sriwijaya yang bisa ditemukan di Palembang. Hal tersebut dinilai karena luasnya wilayah kekuasaan Kerajaan Sriwijaya, sehingga peninggalan sejarah tersebut tersebar di tempat-tempat yang terpisah. Ratusan kilometer di sebelah Barat Daya Kota Palembang, tepatnya di Desa Jepara, Kecamatan Buay Pematang Ribu Ranau Tengah, Kabupaten OKU Selatan, salah satu dari peninggalan tersebut kini teronggok tak bertuan. Candi Batu Kebayan namanya, yang kini sesuai namanya, hanya berupa reruntuhan batu.

Pernah Diteliti Arkeolog Jambi

Bahkan belum banyak warga setempat yang tahu tentang lokasi persis keberadaan Candi Batu Kebayan. Candi yang dinilai memiliki kaitan sejarah dengan Kerajaan Sriwijaya tersebut terletak tak jauh dari Danau Ranau, danau fenomenal yang menjadi aset pariwisata utama Kabupaten OKU Selatan, tepatnya sekitar 500 meter tepi danau. Desa yang paling dekat dari situs candi adalah Desa Jepara, yang berada 200 meter lebih jauh dari Danau Ranau. Untuk bisa sampai di situs tersebut, pengunjung harus menaiki jalur menanjak di perbukitan antara Danau Ranau dan Desa Jepara.

Kepala UPTD Pariwisata Banding Agung, Benyamin mengakui jika kini kondisi Situs Batu Kebayan mulai terabaikan karena minimnya alokasi anggaran guna melakukan perawatan situs bersejarah tersebut. Menurut keterangan Benyamin, Situs Batu Kabayan tersebut sebelumnya pernah diteliti oleh sekelompok arkeolog asal Jambi beberapa tahun silam, namun penelitian tersebut dihentikan dan belum dilanjutkan kembali hingga saat ini. “Candinya ini terbuat dari sejenis batu kapur, fondasi berdenah empat persegi panjang, panjang 9 meter dan lebar 8 meter. Sedangkan untuk pondasinya terlihat pelipit sisi genta dan padma”, demikain ujarnya, dilansir dari sindonews.com.

Hal yang senada turut disampaikan Yanto Alipson, Kades Jepara. Ia mengungkapkan jika beberapa tahun lalu, tim arkeolog dari Jambi melakukan penelitian pada batu Candi Batu Kebayan. Mereka berkesimpulan bahwa usia batu candi sudah sangat tua, bahkan seusia dengan bangunan Candi Prambanan dan Candi Borobodur.

Diketahui pada masa Hindu Kuno, Candi Kebayan digunakan penduduk setempat sebagai tempat menghias pengantin, sebelum pengantin tersebut diarak menuju rumah adat di Desa Jepara (Laman Tuha). Meski kini hanya berupa reruntuhan batu, namun bagian-bagian utama dari candi yang tersisa masih terjaga orisinalitasnya. Beberapa potong batu kotak tampak diukir menyerupai peti, dengan lubang berkotak berukuran 5 – 15 cm. Dikatakan Alipson, hasil penelitian tim arkeolog juga mengungkap bahwa bangunan Candi Batu Kebayan berbentuk rumah yang tertimbun sedalam 7 meter di dalam tanah. Bagian yang terlihat dair candi tersebut saat ini hanyalah bagian atasnya.

Masih Minimnya Perhatian Pemerintah

Meski sudah cukup lama ditemukan, belum banyak perhatian yang dicurahkan pemerintah setempat terhadap kelestarian situs bersejarah tersebut. Pemuda adat Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Selatan, Hendra Fatinama, mengharapkan Pemda OKU Selatan dapat melakukan pemugaran di sekeliling situs candi.

“Sudah sewajarnya aset bersejarah Candi Kebayan dikembalikan pada bentuk awal pada masa kejayaanya. Dengan begitu, harapan tentang terwujudnya Desa Wisata berlatar budaya akan terwujud”, tutur Hendra, dilansir dari tribunnews.com.

Terkait belum dikenalnya Candi Batu Kebayan sebagai aset sejarah, Dinas Pariwisata OKU Selatan melalui Kabid Destinasi Wisata. Devianto, mengatakan pihaknya tengah mengusulkan bantuan Dana DAK pada Kementerian Budaya terkait pengamanan aset wisata.

“Saat ini Candi Kebayan tengah dalam proses pengajuan bantuan dana DAK ke Kementerian Budaya Pusat, guna pembangunan pagar Candi untuk keamanan aset wisata budaya yang konon katanya memiliki keterkaitan dengan Kerajaan Sriwijaya”, kata Devianto, dikutip dari tribunnews.com.

Berkaitan dengan Sejarah Si Pahit Lidah

Sebuah teori asal-usul Candi Batu Kebayan tumbuh di tengah masyarakat Jepara. Meski beraroma legenda, namun teori tersebut cukup menarik karena bersinggungan dengan salah satu legenda lainnya yang ada di Sumsel, yaitu Si ahit Lidah.

Sebagian sejarawan yakin bahwa Si Pahit Lidah yang bernama asli Serunting adalah tokoh yang benar-benar hidup di masa lalu, dan merupakan nenek moyang dari Suku Pasemah yang hingga kini menghuni wilayah Lahat, Pagaralam hingga bagian Barat Bengkulu. Nama Si Pahit Lidah sendiri disematkan pada Serunting, konon karena kesaktiannya yang dapat mengubah siapa pun menjadi batu lewat serapahnya.

Nama Si Pahit Lidah memang turut mewarnai berbagai legenda yang ada di sekitar masyarakat Sumsel, salah satunya Candi Batu Kebayan. Konon di masa lampau, Serunting Sakti yang melakukan perjalanan berkeliling Sumsel tiba di kaki Gunung Seminung, dekat Danau Ranau. Ketika hendak turun dari dari gunung tersebut, ia melihat serombongan masyarakat setempat yang tengah mengarak pengantin wanita. Serunting pun menyapa mereka, namun karena jauhnya jarak antara Serunting dan arak-arakan tersebut, maka tidak ada yang membalas sapaan Serunting. Murka karena merasa tidak dihargai, Serunting Sakti pun dengan marah menyebut mereka mengabaikannya seperti batu. Seketika, rombongan arak-arakan tersebut beserta semua barang bawaannya menjelma menjadi bongkahan batu, yang kemudian dikenal dengan nama Candi Batu Kebayan.

Meski demikian, belum ada catatan sejarah resmi yang menunjukkan bahwa Serunting Sakti memang pernah mengunjungi lokasi tersebut sebelum Candi Batu Kebayan dibangun, mengingat bahwa usia bangunan candi dan legenda Si Pahit Lidah sendiri sudah sama-sama tua. Kesimpulan sementara dari tim arkeolog yang pernah meneliti Candi Batu Kebayan hanya menyatakan bahwa situs candi tersebut sudah berusia setua Candi Borobudur, dan dulunya digunakan untuk merias pengantin perempuan yang hendak diarak.

(sumber : sindonews.com; tribunnews.com)

Tags

Related Post

Leave a Comment

Ads - Before Footer