Tiga Budaya Sumsel Ini Masuk 150 Warisan Indonesia Tak Benda

Indonesia yang terdiri dari sabang sampai merauke memiliki beragam suku hingga kebudayaan. Menurut sensus BPS tahun 2010, terdapat lebih dari 300 kelompok etnik atau suku

Sunny H

Indonesia yang terdiri dari sabang sampai merauke memiliki beragam suku hingga kebudayaan. Menurut sensus BPS tahun 2010, terdapat lebih dari 300 kelompok etnik atau suku bangsa di Indonesia, atau lebih tepatnya berjumlah 1.340 suku bangsa. Dimana masing-masing suku memiliki budaya yang berbeda-beda. Budaya yang tiap suku miliki pun tidak hanya satu, melainkan setiap suku memiliki lebih dari puluhan warisan budaya yang hingga saat ini masih dipertahankan oleh tiap warganya.

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah menetapkan 150 warisan budaya takbenda yang diakui negara. Pengakuan ini merupakan upaya perlindungan warisan budaya di Indonesia agar tidak punah. Seratus lima puluh warisan budaya tak benda itu terdiri dari beragam tradisi dan ekspresi lisan, seni pertunjukan, adat istiadat masyarakat, ritus, perayaan, pengetahuan dan kebiasaan perilaku mengenai alam semesta, serta kemahiran kerajinan tradisional. Syarat agar sesuatu dapat dijadikan warisan budaya takbenda ini yakni budaya minimal harus diturunkan lebih dari dua generasi.

Tiga budaya Sumatera Selatan masuk ke dalam daftar 150 warisan budaya tak benda Indonesia 2017. Tahukah kamu apa saja ketiga budaya sumsel tersebut? Kitogalo.com telah merangkum ketiga budaya tersebut untuk kamu.

  1. Rumah Basemah bentuk rumah basemah (kebudayaan.kemdikbud.go.id)

Rumah Basemah memiliki ciri khas pada atapnya yang meruncing bagai tanduk. Dilihat dari bentuk atapnya, rumah ini hampir sama dengan rumah adat minang atau Toraja, yang membedakannya adalah atap rumah basemah tidak terlalu runcing dan terbuat dari ijuk atau serabut pohon aren dengan kerangkanya yang terbuat dari bambu.

Konstruksi bangunan rumah adat pagar alam ini menggunakan pasak yang menghubungkan bagian rangka. Menariknya, semua bagian-bagian yang dihubungan tidak menggunakan paku. Begitu juga dalam pemasangan lembaran-lembaran papan dinding, dipasang pada kerangka dinding melalui lubang alur sebagai penguncinya. Ciri khas lain yaitu sejak awal, rumah basemah dibuat tidak menggunakan jendela dan hanya memiliki satu daun pintu di bagian tengah. Daun pintu tersebut terbuat dari sekeping kayu dengan engsel berupa sumbu yang ada di atas dan di bawah daun pintu.

Ketika memasuki Rumah Basemah, pengunjung akan mendapati rumah adat ini yang tanpa sekat atau kamar. Meski demikian, lantai di dalam ruangan memiliki dua tingkat. Lantai yang lebih tinggi itu terdapat pada bagian depan ruangan. Tempat tersebut diperuntukan sebagai tempat duduk meraje, yaitu keluarga dari garis keturunan laki-laki, seperti kakek, wak, dan paman. Sementara bagian bawahnya diperuntukan bagi anak belai, yaitu keturunan perempuan beserta suami dan anak cucu. Dari penempatan tersebut, terlihat bahwa masyarakat adat Besemah menganut garis keturunan laki-laki atau patrilineal.

Ukuran besar-kecil rumah adat ini menunjukan status sosial orang yang memilikinya bukan tanpa sebab, pasalnya bahan baku pembuatan rumah baghi yang terbuat dari kayu pulai didapat dari hutan. Ada dua versi yang berpendapat tentang bagaimana cara masyarakat Besemah di zaman dahulu mengumpulkan kayu pulai dari hutan untuk membangun rumah.
Versi pertama mengatakan, kayu-kayu pulai dibawa oleh roh halus yang didatangkan saat pemilik rumah hendak membangun rumah basemah. Sedangkan versi yang lain mengatakan proses pembawaan kayu-kayu pulai bahan utama pembuatan rumah ini dibantu oleh hewan ternak, seperti api atau kerbau.

  1. Lukisan Laker

Melukis lak adalah kegiatan melukis yang unik dan berbeda dari seni melukis lainnya. Dalam seni melukis lak, pelukis menggunakan laker sebagai salah satu dari media lukisnya. Lukisan lak ini cirinya mengkilap dan monokromatif. Berawal dari seni kerajinan lak, lukisan lak pun memiliki sensitifitas tinggi terhadap cahaya, dengan kata lain lukisan lak ini memiliki pesona yang lebih bila mendapat sumber cahaya yang cukup atau ditempatkan di ruang yang terang.

Kata Laker sendiri berasal dari bahasa Inggris yaitu Lacuer berasal dari kata Lac, yaitu nama bahan damar yang dihasilkan oleh sejenis serangga yang bernama Lacifier Lacca. Tumbuhan tempat bertenggernya serangga ini banyak ditemukan di Jepang, Tiongkok, dan di daerah Pegunungan Himalaya. Di Sumatera Selatan pohon tersebut dikenal dengan pohon kemalo.

Lukisan lak merupakan karya seni khas Palembang yang memang belum banyak diketahui oleh orang, namun memiliki nilai budaya yang tinggi. Lukisan laker merupakan produk budaya masa lampau yang diwariskan dari generasi ke generasi dimana di dalamnya terkandung nilai sejarah, budaya, sosial, agama dan nilai estetika.

  1. Tari Penguton

Tari Penguton adalah Tari Sekapur Sirih masyarakat Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan yang sudah ada sejak abad XVIII. Pada masa itu, tarian ini hanya berupa gerakan bermakna dengan komposisi sederhana yang sesuai kemampuan peradaban manusia pada masa itu. Musik pengiring Tari Penguton hanya berupa tetabuhan yang menggunakan instrumen benda alam seperti tempurung kelapa dan kentongan kayu yang sering dipakai untuk panggilan azan di masjid yang juga dipakai sebagai tanda pemberitahuan ada warga yang meninggal. Benda itu oleh orang Kayuagung disebut kelubkup.

Pada awal abad XIX tepatnya tahun 1920, keluarga Pangeran Bakri menyempurnakan Tari Penguton baik gerakan, pola lantai sampai kepada musik pengiringnya. Hal ini dikarenakan untuk kepentingan manyambut tamu dari negeri Belanda, seorang Gubernur Jenderal yang berkuasa saat itu. Pada masa itu daerah Kayuagung berstastus sebagai daerah Keresidenan. Kota Kayuagung sendiri masih berstatus sebagai Marga. Seperangkat gamelan peninggalan dari masa lalu yang ada dikediaman seorang Depati merupakan peninggalan dari rakyat Mojopahit akhirnya dipergunakan sebagai musik tetabuhan untuk mengiringi tarian dimaksud. Oleh keluarga Pangeran Bakri, irama lagu tarian tersebut diberi nama “Hayok” yang maksudnya bergerak melawan arus. Hal ini digambarkan dengan gerakan tarian tersebut yang terkesan lambat dan monoton.

Sejak itu Tari Penguton tersebut dipertahankan sebagai tarian milik daerah Kayuagung. Pada masa Indonesia mulai menerima kemerdekaannya, tarian ini dipergunakan untuk menyambut kedatangan pembesar negara. Untuk menyambut kehadiran Presiden Soekarno sebagai Pemerintah Negara RI yang pertama menjelang tahun 1950 dipakai tarian ini untuk penyambutannya. Pada tahun 1959, dituturkan bahwa tarian ini pernah dibawa ke Istana Negara sebagai persembahan budaya. Pada acara Jakarta Fair, tarian ini pernah difestivalkan bahkan mendapat penghargaan tertinggi dalam jenis tarian sakral. Pada tahun 1950, tarian ini diakui oleh Pemerintah Provinsi sebagai akar dari terciptanya sekapur sirih Provinsi yaitu lahirnya tari “Gending Sriwijaya”.

Daftar 150 warisan budaya takbenda ini merupakan peninggalan yang terpilih setelah melalui seleksi dari 416 usulan yang datang dari seluruh daerah di Indonesia. Warisan budaya ini juga bakal menjadi cikal bakal budaya Indonesia untuk diajukan ke PBB agar diakui dunia. Dengan pengakuan terhadap 150 warisan budaya takbenda ini, Indonesia sudah mencatatkan total 594 karya budaya yang sudah diakui sejak 2013.

Sumber: (kemdikbud.go.id | sripoku.com | tribunnews.com)

Tags

Related Post

Leave a Comment

Ads - Before Footer