Menyongsong ASIAN Games XVIII di akhir tahun 2018 mendatang, Pemkot Palembang dan Pemprov Sumsel sibuk membenahi fasilitas publik dan infrastruktur Kota Palembang. Selain proyek LRT yang megah, beberapa wilayah di Kota Palembang telah sukses dipercantik. Sebut saja Plaza Benteng Kuto Besak (BKB) dan Sudirman Pedestrian Walk yang kini ramai dikunjungi warga Palembang dan turis di waktu-waktu tertentu. Namun elemen paling ikonik yang turut meramaikan pembenahan Kota Palembang baru-baru ini adalah Tugu Iwak Belido yang menghiasi Plaza BKB.
Tugu Iwak Belido dengan lebar 22 meter dan tinggi 12 meter tersebut selesai dibangun tahun lalu, dengan turut melibatkan PT. Bukit Asam Persero sebagai pihak pengalir dana Corporate Social Responsibility (CSR). Meski beberapa kali urung diresmikan Presiden RI Joko Widodo pada tahun lalu, Tugu Iwak Belido tersebut pada akhirnya tetap sukses menarik perhatian publik pengunjung Plaza BKB.
Sebagai warga Palembang sejak lahir, diri saya sedikit tersentil dengan keberadaan ikon baru Kota Palembang tersebut. Seumur hidup, saya sendiri tak pernah melihat ikan belida yang hidup di alam bebas, selain dari gambar-gambar di internet.
Tentang Ikan Belida
Figur yang dijadikan model pembuatan Tugu Iwak Belido sendiri adalah spesies ikan belida chitala lopis dan termasuk dalam famili ikan notopteridae (ikan berpunggung pisau). Populasi ikan belida tersebar dari Semenanjung Malaya, Sumatera, Kalimantan dan Jawa. Di luar Sumatera Selatan, ikan belida dikenal dengan nama ikan lopis dan ikan pipih. Ikan belida adalah karnivora yang bersifat nokturnal, atau aktif beraktivitas di malam hari. Ikan belida biasanya menghuni perairan yang tenang dan gelap di kedalaman satu hingga tiga meter. Nama ‘belida’ sendiri diambil dari nama salah satu sungai di Sumatera Selatan.
Dulunya, ikan belida sangat mudah di temukan hidup liar di perairan Sungai Musi dan anak-anak sungainya. Namun seiring dengan zaman, ikan belida mulai sulit ditemukan di perairan Sumsel. Hal tersebut disinyalir terjadi akibat tingginya konsumsi daging ikan belida tidak berimbang dengan kecepatan reproduksinya di alam bebas. Selain itu, kerusakan ekosistem dan minimnya pelestarian habitat ikan belida juga dinilai menjadi faktor eksternal penyebab langkanya ikan belida.
Produksi tahunan ikan belida budidaya terus mengalami penurunan, baik pada tingkat nasional (8.000 ton pada tahun 1991), 5.000 ton (tahun 1995), dan 3.000 ton (1998). Lebih jauh lagi, ikan belida sudah termasuk ikan air tawar yang telat dilindungi, berdasarkan atas surat Keputusan Menteri Pertanian No.716/Kpts/UM/ 10/1980 dan Peraturan Pemerintah No. 7/1999 yang mengatakan bahwa semua jenis ikan dari genus Chitala merupakan ikan yang dilindungi.
Ikan Belida dan Masyarakat Palembang.
Warga Sumsel sudah mengonsumsi daging ikan belida sejak dulu kala. Ikan belida biasanya diolah menjadi pindang, pempek, kerupuk atau kemplang. Konon, dari sinilah awal mula melekatnya simbol ikan belida dengan keseharian masyarakat Palembang. Logo ikan belida pun masih bisa dijumpai di berbagai bungkus suvenir khas Palembang seperti kerupuk dan kemplang, karena pada dasarnya, ikan yang pertama menjadi bahan dasar pembuatan kedua penganan tersebut adalah ikan belida.
Meski kebanyakan pempek di Palembang kini dibuat dari daging ikan tenggiri dan gabus, namun ikan belida nyatanya tetap dianggap sebagai bahan terbaik untuk membuat pempek. Selain karena dagingnya lebih padat dan putih, baunya setelah dicampur dengan tepung pun tak amis jika dibandingkan dengan ikan lain yang sering dijadikan pempek. Kualitas pempek ikan belida tersebut tercermin dari harganya di pasaran yang bisa menembus Rp. 100.000 per ekor!
Di Sumsel sendiri tidak banyak peternak ikan air tawar yang membudidayakan ikan belida. Sebagian besar keperluan konsumsi ikan belida di Palembang kini disuplai dari wilayah lain, seperti Kalimantan. Hal tersebut turut mempersulit berkembangnya budidaya ikan belida di Sumsel, karena selain harganya yang mahal di pasaran, peternak lokal juga masih harus bersaing dengan importir dari luar Sumsel.
Meski industri ikan belida di Sumsel belum berkembang, Pemkot Palembang menyatakan bahwa akan dilakukan langkah-langkah strategis dalam peningkatan budidaya ikan belida di sumsel, khususnya Palembang. Hal tersebut turut didukung oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan yang kini memiliki teknologi budidaya ikan belida.
Diharapkan dengan adanya budidaya ikan belida di Kota Palembang, harga ikan belida di masa depan juga akan turun, sehingga pempek berbahan dasar ikan belida akan lebih mudah ditemukan dan dijangkau semua golongan masyarakat di masa mendatang.
Filosofi Ikan Belida
Ada sebagian masyarakat yang mengaitkan asal nama ikan belida dengan istilah ‘berlidah’ yang berarti ‘memiliki lidah/ pandai bersilat lidah’. Sifat bersilat lidah tersebut identik dengan watak orang Palembang yang gemar bergurau dan ‘besak kelakar’ (suka membuat cerita yang mengada-ada) dan bercanda.
Dengan mendirikan Tugu Iwak Belido, Pemkot Palembang tentu menyelipkan harapan agar di masa depan warga Palembang dapat tetap mengenal ikan langka berdaging legit tersebut, meski hanya lewat sebuah tugu.
Di sisi lain, masyarakat Indonesia mulai menemukan nilai jual lain dari ikan belida. Selain karena perannya sebagai bahan makanan, ikan belida ternyata juga menarik untuk dijadikan ikan hias. Kolektor ikan belida di Indonesia jumlahnya semakin banyak dari waktu ke waktu. Ikan belida hias dengan bobot tiga kilogram bahkan dapat dijual dengan harga mencapai Rp. 900.000,- !
Ikan belida telah menempati ruang baru di hati masyarakat Palembang. Jika dulunya hanya ditangkap untuk berakhir di atas meja makan, kini ikan belida dipelihara dengan anggun di dalam akuarium hias. Hal tersebut dapat dianalogikan dengan arah pembangunan dan pertumbuhan Kota Palembang. Akankah Palembang berevolusi seperti ikan belida di akuarium yang menjadi anggun dan ekslusif dengan cara baru, atau tetap menjadi ikan belida di alam bebas yang kian tergerus keberadaannya? Mari berharap yang terbaik untuk kota tercinta kita ini.
Sumber: (Palpres; Palembang Tribunnews; Travel Kompas; Warta Ekonomi; Wikipedia; blogs.uajy.ac.id)