Selain terkenal dengan kekayaan kuliner dan hasil buminya, Bumi Sriwijaya juga tersohor berkat adat dan budayanya yang penuh keragaman. Salah satu keragaman budaya tersebut terdapat pada kesenian tarinya. Dalam berbagai perhelatan akbar yang diselenggarakan di Kota Palembang, Tari Gending Sriwijaya biasanya dijadikan tarian penyambut tamu kehormatan. Selain itu ada pula Tari Tanggai yang kerap dibawakan dalam acara-acara pernikahan dan hajatan. Namun selain kedua jenis tarian khas Sumsel tersebut, tahukah anda bahwa hampir setiap daerah kabupaten atau kota di Sumsel memiliki tari adatnya sendiri?
Menengok sedikit ke Bumi Besemah, kita bisa menemukan tarian unik bernama Tari Kebagh. Tari Kebagh tergolong unik, karena berbeda dengan Gending Sriwijaya dan Tanggai, tarian satu ini tidak dibawakan oleh sebuah grup, melainkan hanya satu orang saja. Tarian yang hanya dimainkan oleh perempuan ini ternyata memiliki sejarah panjang yang turut mengiringi eksistensi Jagat Besemah.
Awal Mula Tari Kebagh
Tarian yang awalnya dinamai Tari Semban Bidodari ini diduga muncul pada abad ke-14 di wilayah Besemah Libagh, namun di kemudian hari lebih berkembang dan populer di Kota Pagaralam. Asal mula tarian ini dikaitkan erat oleh masyarakat Besemah dengan kisah Puyang Serunting Sakti, pendekar sakti mandraguna yang lebih dikenal dengan nama “Si Pahit Lidah”.
Konon dahulu kala, Puyang Serunting Sakti yang beristrikan seorang bidadari bernama Puyang Bidadari Bungsu datang menghadiri acara pernikahan yang meriah di tanah Besemah. Dalam acara tersebut, Puyang Serunting Sakti dan istrinya disuguhi berbagai tarian oleh tuan rumah. Istri Serunting Sakti pun diundang untuk ikut menari. Puyang Bidadari Bungsu pun menerima ajakan menari, dengan syarat ia harus mengenakan selendang bidadarinya yang selama ini disembunyikan oleh suaminya, Serunting Sakti.
Singkat cerita, akhirnya Puyang Bidadari Bungsu pun memperoleh kembali selendangnya dan menari di hadapan semua orang. Ia begitu mahir menari, sehingga semua orang yang hadir pun terpukau padanya. Lalu tanpa diduga, kaki Puyang Bidadari Bungsu tidak lagi menginjak tanah. Ia menari di udara, dan terus melayang hingga menuju kahyangan yang merupakan kampung halamannya. Legenda inilah yang membuat Tari Kebagh dinamai Tari Semban Bidodari yang berarti ‘selendang bidadari’.
Lalu mengapa Tari Semban Bidodari kemudian dinamai Tari Kebagh? Nama Tari Kebagh menjadi lebih populer di tahun 1950-an, ketika tarian sakral ini kembali diperkenalkan pada masyarakat Besemah. Kata ‘kebagh’ mengacu pada posisi tangan yang direntangkan dengan lebar oleh penari yang membawakan tarian Semban Bidodari. Barulah kemudian pada tahun 2002, saat Pagaralam memisahkan diri dari Kabupaten Lahat, tarian ini dibakukan sebagai tarian tradisional Kota Pagaralam dengan nama Tari Kebagh.
Tari Kebagh Bukan Sembarang Tari
Tari Kebagh tergolong tarian sakral. Tari Kebagh hanya boleh ditampilkan di khalayak umum dalam kondisi-kondisi tertentu dan oleh orang yang memenuhi persyaratan. Bahkan pada awalnya, Tari Kebagh hanya boleh dibawakan oleh seorang perawan yang sedang suci (tidak haid). Tari Kebagh juga tergolong tarian tunggal yang hanya boleh dibawakan oleh satu orang saja. Ketentuan tersebut baru diubah pada tahun 2002, ketika jumlah minimal penari yang membawakan Tari Kebagh adalah sebanyak tiga orang, dengan jumlah maksimal tidak ditentukan. Pada tahun 2008, Tari Kebagh bahkan pernah ditarikan secara masal.
Tari Kebagh sempat menghilang beberapa kali dalam sejarah. Bahkan ketika Pagaralam diduduki oleh Belanda, tarian ini sempat dilarang untuk ditampilkan karena dianggap sebagai bentuk perlawanan rakyat terhadap pemerintah kolonial. Kondisi tersebut terus berlangsung hingga masa penjajahan Jepang. Walau demikain, Tari Kebagh tetap diajarkan diam-diam secara turun-temurun oleh masyarakat Besemah. Barulah setelah Indonesia merdeka, Tari Kebagh kembali ditampilkan secara terbuka di depan masyarakat.
Pada tahun 1952 ketika Presiden pertama RI, Soekarno, berkunjung ke Kota Pagaralam, Tari Kebagh ditampilkan sebagai tarian penyambutan. Soekarno yang dikenal sangat mencintai kesenian terpesona akan keindahan Tari Kebagh. Ia bahkan sempat merekomendasikan Tari Kebagh untuk ditampilkan di Istana Negara.
Meski mendapat sambutan hangat dari presiden, Tari Kebagh kembali layu selama tahun 1960 hingga 1970-an untuk alasan yang belum diketahui. Memasuki tahun 1980, barulah tari Kebagh dibawakan kembali dalam penyambutan Bupati Lahat dan Menteri Muda Pertanian dan Perkebunan yang bertandang Kota Pagaralam pada waktu itu. Pemerintah Daerah baru mulai serius melestarikan tarian adat ini di tahun 2002, ketika Pagaralam melepaskan diri dari wilayah administratif Kabupaten Lahat.
Budi Luhur Masyarakat Besemah dalam Wujud Tarian
Selain sebagai sarana hiburan rakyat, Tari Kebagh memiliki berbagai fungsi sosial yang tak tergantikan. Tarian indah dengan nilai filosofis tinggi ini merupakan rangkaian wajib dalam berbagai upacara adat. Masyarakat Besemah biasa menampilkan Tari Kebagh dalam upacara Negak Bubungan, atau yang kini biasa disebut selamatan rumah yang baru dibangun. Tari Kebagh juga dijadikan pembuka upacara dalam kegiatan Bersih Desa.
Di era modern, fungsi Tari Kebagh pun kian bertambah. Selain ditampilkan dalam upacara penyambutan tamu kehormatan, biasanya Tari Kebagh juga bisa ditemui pada acara peresmian gedung, acara pernikahan dan acara khitanan.
Tari Kebagh melambangkan kesucian dan ketenteraman jiwa. Beranjak dari legenda dimana tarian ini diciptakan oleh bidadari, masyarakat Besemah percaya bahwa Tari Kebagh menjadi sempurna jika dibawakan oleh gadis-gadis suci yang memenuhi hatinya dengan perasaan gembira.
Penasaran bagaimana Tari Kebagh dibawakan? Saksikan video di bawah ini!
(Sumber : pagaralam-online.com; sriwijaya-online.com)