Sedekah bumi adalah rangkaian ritual adat yang dilakukan masyarakat petani pasca-panen sebagai bentuk syukur kepada Tuhan atas hasil panen yang diperoleh. Di Indonesia, sedekah bumi bukan budaya yang terbilang langka. Berbagai wilayah di penjuru nusantara memiliki sedekah bumi dengan versi masing-masing, dan salah satu contohnya adalah sedekah lemang atau lebih dikenal dengan nama sedekah rami Puyang Burung Jauh.
Melipir sedikit ke wilayah Utara Sumatera Selatan, terdapat Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) yang juga dikenal sebagai Bumi Serasan Sekate. Di salah satu kecamatannya yang bernama Air Keruh, terdapat Desa Kertayu yang hingga kini masih rutin mempraktikkan sedekah lemang.
Praktik Sedekah Lemang yang Unik
Sedekah lemang sendiri terbilang unik. Dalam sedekah bumi satu ini, masyarakat yang tinggal di Desa Kertayu harus memasak lemang di rumah masing-masing dengan jumlah lemang yang disesuaikan dengan jumlah anggota keluarga. Usai memasak lemang, masyarakat Desa Kertayu akan beramai-ramai menziarahi makam keluarga Puyang Burung Jauh, salah seorang nenek moyang masyarakat setempat yang dipercaya sebagai awal mula terciptanya budaya sedekah lemang tersebut.
Setelah menziarahi makam keluarga Puyang Burung Jauh, barulah lemang-lemang yang sudah dimasak masyarakat Desa Kertayu mulai mengambil peran dalam ritual. Seluruh lemang yang sudah masak akan dikumpulkan di rumah juru kunci Desa Kertayu, sebelum akhirnya dibagikan kembali kepada masyarakat secara acak. Uniknya, lemang-lemang tersebut dibagikan dengan cara dilemparkan dari beranda rumah juru kunci kepada masyarakat Desa Kertayu yang ramai menunggu di depan rumah juru kunci.
Sejarah Singkat Sedekah Rami Puyang Burung Jauh
Alkisah di masa lampau, hiduplah seorang perempuan yang dikenal masyarakat Desa Kertayu sebagai Puyang Rodiah. Suatu ketika saat Puyang Rodiah pergi menyusuri hutan, ia mendengar suara tangisan seorang anak laki-laki dari kejauhan. Setelah mencari-cari, akhirnya Puyang Rodiah menemukan sumber suara tangisan tersebut : seorang anak laki-laki berpenampilan sangat kotor yang berada tak jauh dari sungai. Melihat kondisi anak laki-laki yang memprihatinkan tersebut, Puyang Rodiah pun berinisiatif membawa anak laki-laki itu pualng ke rumah lalu membersihkannya. Anak laki-laki tersebut kemudian dinamai Tuma’mya, atau kini lebih dikenal dengan julukan Puyang Burung Jauh.
Bertahun-tahun setelah itu, Puyang Burung Jauh pun tumbuh menjadi laki-laki dewasa yang sakti mandraguna. Pada suatu waktu, terjadi sebuah wabah penyakit dan hama yang menyerang Desa Kertayu. Puyang Burung Jauh pun turun tangan dan menyingkirkan masalah tersebut. Namun kepada masyarakat Desa Kertayu, Puyang Burung Jauh berpesan agar masyarakat dapat lebih bersyukur dalam setiap hasil panen yang diperoleh, agar tidak ada lagi musibah yang menimpa Desa Kertayu. Untuk itulah, masyarakat Desa Kertayu kemudian mengadakan ritual sedekah bumi berupa sedekah lemang demi melaksanakan pesan Puyang Burung Jauh. Konon semenjak saat itulah, Sedekah Rami Puyang Burung Jauh menjadi ritual tolak bencana yang selalu digelar masyarakat Desa Kertayu tiap usai panen raya.
Pesan Moral yang Diwariskan Turun-temurun
Hingga kini, sedekah rami Puyang Burung Jauh selalu menjadi agenda tak terlepaskan dari masyarakat Desa Kertayu. Bahkan meski masyarakat Desa Kertayu sebagian mengalami gagal panen, sedekah lemang akan tetap digelar. Pada pertengahan tahun 1980-an, masyarakat Desa Kertayu pernah tidak melaksanakan sedekah rami Puyang Burung Jauh, lalu tak lama kemudian terjadi wabah muntaber yang menewaskan 25 orang warga desa. Meski terkesan klenik, namun hal tersebut juga turut menjadi salah satu penyebab ritual sedekah lemang dapat terus dilestarikan hingga kini.
Lemang yang dibagikan kepada warga sendiri kemudian akan dibawa pulang dan dimakan warga bersama-sama dengan keluarga. Selain itu, masyarakat Desa Kertayu akan mengunjungi rumah satu sama lain dan bersilaturahmi layaknya hari raya lebaran. Terdapat banyak pesan positif yang dibawa dalam ritual sedekah lemang, antara lain seperti pentingnya menumbuhkan gotong royong dan mempererat silaturahmi antar warga desa, serta pentingnya bersyukur kepada Yang Maha Kuasa atas hasil bumi yang diperoleh.
(Sumber : iniberita.co.id; palembang.tribunnews.com; sumeks.co.id)