Suatu bangsa dikenal dari budayanya. Karakter, sikap dan perilaku, serta cara berpikir masyarakat suatu bangsa tercermin dalam budaya yang dimilikinya. Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sekelompok orang dan diwariskan dari satu generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama, politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni.
Setiap bangsa di dunia, berikut suku bangsanya, memiliki budaya dan cara hidup yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor, di antaranya : faktor ras, yang akan efektif apabila didorong dengan kesadaran individu seseorang yang menjadi subjek pengembangan kebudayaan; faktor lingkungan geografis, yaitu faktor yang bersangkutan dengan keadaan iklim, tanah, suhu udara, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan lingkungan alam tempat manusia tinggal; faktor perkembangan teknologi, di mana semakin pesat atau tinggi perkembangan teknologi manusia ,maka pengaruh lingkungan geografis terhadap perkembangan kebudayaan akan semakin berkurang; faktor hubungan antar bangsa, yang dapat dibuktikan dengan perembesan kebudayaan secara damai (penetration pasifique) oleh imigran, akulturasi (culture contact), penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari satu tempat ke tempat lain (difusi kebudayaan), percampuran dua unsur budaya di suatu tempat di luar tempat kebudayaan tersebut (culture creisse), interaksi sosial antar warga (faktor sosial); faktor religi; faktor prestige, umumnya bersifat individual yang dipopulerkan dalam kehidupan sosial; serta faktor mode, sebagai hasil budaya dan bukan motif ekonomi, di mana faktor ini bersifat temporer sebagai siklus yang terus menerus.
Tak terkecuali Indonesia. Indonesia merupakan archipelago terbesar di dunia, dengan lebih dari 17.000 pulau tersebar dari barat sampai ke timur. Pulau-pulau tersebut memiliki luas yang beragam, sumber daya alam yang berbeda-beda, serta memiliki keindahan yang bervariasi antara satu pulau dengan pulau lainnya. Pulau-pulau tersebut dihuni oleh masyarakat Indonesia dengan beragam karakteristik dan keunikannya meskipun di antara pulau tersebut masih banyak yang tidak berpenghuni. Penduduk Indonesia yang menghuni pulau tersebut saat ini ada lebih dari 240 juta jiwa dengan latar belakang sosial, ekonomi, dan pendidikan yang berbeda-beda. Perbedaan inilah yang juga menjadi faktor utama keragaman budaya di Indonesia.
Pembicaraan tentang budaya tidak terbatas tentang tari-tarian, lagu, senjata tradisional, ataupun pakaian dan rumah adat, namun juga tentang kepercayaan dan tata cara atau perilaku masyarakat di suatu bangsa.
Salah satu provinsi yang menarik perhatian saya ialah Provinsi Sumatera Selatan. Provinsi ini terletak jauh dari ibukota, dengan koordinat 1o- 4o Lintang Selatan dan 102o-106o Bujur Timur. Provinsi Sumatera selatan berbatasan dengan Provinsi Jambi di sebelah utara, Provinsi Lampung di Sebelah Selatan, Provinsi Bangka Belitung di sebelah timur, dan Provinsi Bengkulu di sebelah barat. Karakteristik wilayah Provinsi Sumatera Selatan cukup unik. Tanahnya terdiri dari rawa-rawa payau yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Di sana banyak ditumbuhi tumbuhan palmase dan kayu rawa. Bagian baratnya merupakan dataran rendah, sedangkan bagian pedalaman Sumatera Selatan tediri atas gunung-gunung Bukit Barisan, seperti Gunung Seminung, Gunung Dempo, Gunung Patah, dan Gunung Bengkuk. Sumatera Selatan juga memiliki banyak sungai yang dapat dijadikan saluran irigasi bagi persawahan, diantaranya Sungan Ogan, Sungai Komering, dan Sungai Lakitan.
Budaya Sumatera Selatan yang menarik perhatian saya ialah upacara adat Sedekah Rame. Bagi penduduk asli Lahat, Sumatera Selatan, sawah bukan hanya lahan pertanian belaka. Namun, sawah merupakan lahan penghidupan yang harus mendapat penghormatan tinggi. Untuk itu, mereka mengadakan Upacara Sedekah Rame. Sesuai dengan namanya, upacara adat ini dilakukan oleh masyarakat setempat, khususnya yang memiliki lahan persawahan, secara bersama-sama. Dalam Bahasa Indonesia, “sedekah rame” berarti ”sedekah bersama-sama”. Sedekah Rame dilakukan di tengah areal persawahan. Titik lokasi dilaksanakannya upacara disebut Tanah Badehe Setue, yang berarti tanah kesuburan masa depan.. Upacara ini dilakukan para petani sebelum mereka melakukan kegiatan persawahan. Selesai upacara, barulah mereka melaksanakan kegiatan, mulai dari proses pengolahan sawah seperti penyiangan dan pembenihan, hingga proses pemanenan. Upacara ini diselenggarakan sebagai ucapan syukur dan permohonan, kepada Tuhan tentunya, agar memperoleh perlindungan dari hama atas tanaman yang mereka tanam serta agar diberikan hasil panen yang lebih baik lagi.
Upacara Sedekah Rame dilaksanakan secara sederhana. Upacara ini terdiri dari tiga tahapan, yaitu tahap sebelum pelaksanaan upacara, tahap pelaksanaan upacara, serta tahap setelah upacara.
Sebelum upacara Sedekah Rame dilaksanakan, dilakukan beberapa kegiatan untuk mengawali pelaksanaan upacara tersebut. Pertama-tama, para pemuka masyarakat setempat mengadakan pertemuan dengan Jurai Tupe (roh) untuk meminta izin. Setelah izin didapat, para pemuka masyarakat tersebut bersama para pemilik sawah menentukan hari dan tanggal pelaksanaan upacara. Selanjutnya, dilakukan pertemuan antara Rie dan tua-tua kampung untuk menentukan pembagian tugas. Terakhir di tahap ini, dilakukan pengumpulan masyakarat pendukung serta perjalanan menuju lokasi.
Persiapan upacara selesai, barulah dilaksanakan Upacara Sedekah Rame. Perlengkapan upacara diletakkan sesuai posisi yang sudah ditentukan, kemudian kemenyan dibakar, disusul dengan penyalaan api unggun dan pembacaan doa oleh kepala adat. Setelah itu, dilakukan sambutan-sambutan oleh para pemuka masyarakat. Selanjutnya, dilakukan penyampaian amanat oleh pemuka masyarakat serta kisah tentang Puyang (kakek) pembuka pertama areal persawahan. Kisah tersebut selesai, dilanjutkan dengan doa penutup. Langkah terakhir pelaksanaan upacara ini adalah penyantapan hidangan yang tersedia secara bersama-sama. Uniknya, para traveler yang menyaksikan kegiatan ini boleh ikut makan bersama, lho!
Tahap ketiga dan terakhir upacara ini adalah dilakukannya mubus babak. Mupus babak meliputi dua bagian. Bagian pertama berupa pembersihan dan pengeringan saluran air persawahan, dan dilanjutkan dengan bagian kedua yaitu penangkapan ikan. Bagian ini dilakukan agar para pendukung upacara ini, termasuk para traveler, dapat membawa oleh-oleh ikan untuk dibawa pulang. Ikan tersebut nantinya boleh dimakan bersama keluarga ataupun dijual. Ikan tersebut bisa juga dimasak dan dinikmati langsung di pinggir sungai.
Upacara ini sangat menarik. Meskipun memiiliki kemiripian dengan beberapa upacara di Jawa yang juga berkaitan dengan kegiatan pertanian, namun tentu saja upacara ini memiliki keunikan tersendiri karena dilakukan di daerah Sumatera Selatan yang tentu saja memiliki keyakinan dan tata cara berbeda dalam pelaksanaannya. Menunjukkan betapa masyarakat Sumatera Selatan, khususnya Suku Lahat, masih sangat menghormati budaya gotong royong dan kerukunan antarwarga. Selain itu, upacara ini juga menunjukkan betapa masyarakat Provinsi Sumatera Selatan masih mengandalkan Tuhan serta memiliki sikap selalu bersyukur dalam setiap aspek kegiatan pertanian yang dilakukannya.
Lintang Rutri Cahayani (Juara III Lomba Artikel Launching Srivijaya.id)