‘Inspirasi bisa berasal dari mana saja’. Kalimat tersebut dibuktikan oleh banyak manusia yang hidup pada setiap masa, khususnya ilmuwan dan seniman. Salah satu objek yang paling sering menjadi sumber inspirasi bagi manusia adalah kearifan dan keindahan alam. Di Sumatera Selatan, khususnya, konsep kearifan alam tersebut tidak pernah jauh dari bantaran Sungai Musi dan anak-anaknya yang mengaliri tiap sudut Kota Palembang.
Usa Kishmada adalah salah satu seniman yang mendapatkan sebagian inspirasinya dari sungai. Pelukis asal Palembang satu ini lahir dan menjalani hidupnya di kampung 24 Ilir, pemukiman masyarakat Palembang yang bersandingan dengan aliran Sungai Limbungan, salah satu anak Sungai Musi. Meski kini perkampungan 24 Ilir telah menjelma menjadi kompleks Palembang Indah Mall dan pertokoan, namun Usa Kishmada sempat merasakan kehidupan masa kecil yang berdampingan harmonis dengan aliran air sungai.
Sungai Sekanak dalam Sketsa Usa Kishmada
Salah satu sketsa karya Usa Kishmada yang paling populer adalah sketsa Sungai Sekanak di masa lampau. Dalam berbagai guratan sketsanya, Usa Kishmada menggambarkan betapa rimbunnya bantaran Sungai Sekanak dulu. Berbagai tanaman berbuah khas Sumatera, seperti manggis dan durian turut memayungi kawasan yang kini disulap Pemkot Palembang menjadi kampung mural.
“Waktu itu, orang menangkul ikan di pinggiran sungai. Kalau air pasang masih bisa dapat ikan belida. Sekarang, keberadaan ikan belida di Sungai Musi seperti legenda”, ujarnya, sebagaimana dilansir dari mongabay.co.id.
Tak hanya Sungai Sekanak, Usa Kishmada juga menggambarkan Sungai Karanganyar dan Sungai Limbungan di 24 Ilir, tempat ia menghabiskan masa kecilnya. Setidaknya hingga tahun 1970-an, aliran anak-anak Sungai Musi tersebut masih bersih dan jernih. Selain dapat digunakan untuk mandi, cuci dan minum, aliran anak Sungai Musi biasa menjadi arena permainan anak-anak pada masa itu. “Kami suka mencari udang dan memakannya mentah. Mitosnya, kalau banyak makan udang bisa lebih pandai dan gesit berenang”, ungkapnya seperti dikutip dari mongabay.co.id.
Upaya Pemkot Palembang dalam ‘Mengangkat Martabat’ Sungai
Nasib malang mengintai Sungai Musi dan daerah alirannya menjelang tahun 1980. Sungai Musi mulai kehilangan fungsinya karena pencemaran air, baik dikarenakan limbah pabrik, limbah tambang maupun limbah rumah tangga. Lambat laun, hilangnya fungsi tersebut diikuti oleh hilangnya tempat sungai di hati masyarakat. Kesadaran masyarakat Palembang untuk menjaga kebersihan sungai terus menurun dalam 40 tahun terakhir, terbukti dengan maraknya pembuangan sampah ke sungai, pendangkalan sungai, penyempitan sungai, disusul hilangnya beberapa anak Sungai Musi dikarenakan gabungan dari faktor-faktor tersebut. Pada masanya, Sungai Sekanak pernah menghubungkan Sungai Musi dan Bukit Siguntang, sementara kini panjang sungai tersebut tak lebih dari dua kilometer dikarenakan menghilangnya bagian hulu sungai akibat aktivitas penimbunan.
Julukan ‘Venesia dari Timur’ yang pernah disematkan oleh pemerintah Hindia-Belanda kepada Kota Palembang dulu nampaknya tengah berusaha diangkat kembali oleh Pemkot Palembang. Februari lalu, Pemkot Palembang melalui Dinas PUPR resmi merampungkan pengecatan bantaran Sungai Sekanak. Sungai yang dulu terkesan kumuh dan kotor kini tampak mentereng karena mural warna-warni yang menghiasi sisi-sisinya.
Langkah penghiasan bantaran Sungai Sekanak tersebut diambil selain untuk menyambut ajang olahraga Asian Games, juga untuk menarik kembali hati masyarakat Palembang agar kembali memperhatikan kondisi sungai yang ada di Palembang. Pun demikian, meski tampak ciamik, nyatanya penghiasan bantaran Sungai Sekanak tidak banyak berdampak terhadap kebersihan Sungai Sekanak itu sendiri. Masih banyak sampah plastik yang tampak mengambang dan mengotori aliran sungai.
Langkah pemerintah untuk merevitalisasi fungsi sungai tentu tidak berakhir sekedar pada penghiasan bantaran Sungai Sekanak. Dalam jangka panjang, Pemkot mewacanakan revitalisasi anak-anak sungai lain yang ada di wilayah Palembang, seperti Sungai Bidaro dan Sungai Buah. Langkah-langkah tersebut tentu membutuhkan dukungan dari berbagai pihak. Dan bagi seniman seperti Usa Kishmada, cara untuk mendukung tugas pemerintah tersebut adalah dengan berkarya lewat lukisan.
Memperkenalkan Sungai Lewat Sketsa
Usa Kishmada lahir di Palembang pada 26 April 1955. Ia merupakan keturunan Abdus Somad Al-Falimbany, salah satu ulama terkemuka di era Kesultanan Palembang Darussalam. Lingkungan tempat tinggalnya yang dekat dengan sungai turut mempengaruhi prinsip berkaryanya.
Usa Kishmada belajar melukis dari X Ling, pelukis sketsa sekaligus pengembara asal Wonosobo. X Ling yang pada masa itu aktif berkeliling nusantara dalam rangka mengabadikan kearifan lokal Indonesia dalam lukisan sketsa, ternyata sempat bermukim cukup lama di Kota Palembang. Kesempatan tersebut dimanfaatkan Usa Kishmada dan beberapa pemuda lainnya untuk menggali potensi di bidang melukis sketsa. Pertemuannya dengan X Ling pada tahun 1970-an sedikit-banyak mempengaruhi hidup Usa Kishmada. Sejak saat itu, Usa Kishmada aktif melukis sketsa lingkungan di Palembang, terutama yang berkaitan dengan keberadaan sungai.
Hingga kini Usa Kishmada kerap mengadakan pameran tunggal di beberapa kota besar di Indonesia, seperti Aceh, Medan, Palembang, Bandar Lampung dan lain-lain. Kepeduliannya akan kelestarian sungai yang tertuang dalam karya-karyanya ternyata menarik minat beberapa pihak untuk memperkenalkan karyanya kepada dunia yang lebih luas, salah satunya Nibung Community.
Kolase pameran sketsa Usa Kishmada di Palembang Tahun 2017 lalu © flickr.com
Selain karena nilai seninya, lukisan Usa Kishmada juga menarik karena nilai historis yang terkandung di dalamnya. Usa Kishmada bukan hanya melukis, namun juga memperkenalkan evolusi tata kota Palembang dalam 40 tahun terakhir lewat guratan-guratan sketsanya.
(Sumber : mongabay.co.id; tribunnews.id)