Mengulas Kembali Strategi Kerajaan Sriwijaya dalam Menjaga Kedaulatan Maritim

Berasal dari daerah yang sekarang dikenal dengan Palembang, Sumatra Selatan, kerajaan ini mulai berkuasa pada abad ketujuh dan menguasai perdagangan rempah-rempah di nusantara selama sekitar

Sunny H

Berasal dari daerah yang sekarang dikenal dengan Palembang, Sumatra Selatan, kerajaan ini mulai berkuasa pada abad ketujuh dan menguasai perdagangan rempah-rempah di nusantara selama sekitar 500 tahun berkat angkatan lautnya yang kuat. Di dunia perdagangan, Sriwijaya menjadi pengendali jalur perdagangan antara India dan Tiongkok, yakni dengan penguasaan atas Selat Malaka dan Selat Sunda. Wilayah kekuasaan Sriwijaya meliputi seluruh Nusantara, Malagasi, Philipina, Thailand hingga Tahiti.

Sriwijaya berkembang dengan memaksimalkan potensi laut. Memanfaatkan sumber dayanya, jalur perdagangan dan suku laut (sea tribes) sebagai kekuatan kerajaan dalam menjalankan operasi bisnisnya. Suku laut tersebut berada di dekat perairan dangkal Sumatra. Masing-masing memiliki keluarga inti yang memiliki perahu sendiri. Mereka melakukan berbagai pekerjaan untuk mencari nafkah. Para suku yang baik memilih untuk menangkap ikan di laut sementara sebagian lainnya yang tidak jujur ​​menjadi perompak terkenal.

Kepulauan Maluku merupakan ladang bagi rempah-rempah yang menguntungkan seperti cengkeh, pala dan pala. Para tengkulak terdahulu menghafal rute ke pulau itu dan dengan hati-hati merahasiakannya dari orang Eropa serta pedagang dari negara-negara Asia dan Timur Tengah lainnya. Karenanya, Sriwijaya menjadi pelabuhan dimana para pedagang dari seluruh dunia berkumpul.

“Selain rempah-rempah, pedagang dari Persia atau sekarang Iran, India dan China juga datang ke Sriwijaya untuk menyetorkan barangnya. Persia menjual botol-botol kaca dan wewangian sedangkan Cina menjual porselen dan keramik sebagai komoditas utama mereka. Sementara orang-orang India memperdagangkan hiasan logam”. Ungkap Peneliti Arkeologi Nasional Bambang Budi Utomo pada thejakartapost

Bambang juga mengatakan bahwa meskipun banyak pedagang dan kapal asing masuk ke perairan Sumatra selama masa kekuasaan Sriwijaya, kedaulatan maritim kerajaan tersebut tidak pernah terancam karena kuatnya angkatan laut yang dimilikinya.

Namun, sejak runtuhnya kerajaan Sriwijaya pada sekitar abad ke-12, ketika pasukan angkatan lautnya diserang dan dihancurkan oleh dinasti Chola kuno di India Selatan karena memaksakan pajak tinggi pada pedagang, Indonesia tampaknya telah kehilangan kekuatan maritimnya. Banyak kapal menyusup ke perairan Indonesia dan mencuri ikan yang menyebabkan nelayan lokal kehilangan sumber daya hingga akhirnya Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menerapkan kebijakan yang ketat untuk mencegah penangkapan ikan secara ilegal.

Beberapa pihak mengkritik kebijakan menteri tersebut sebagai bentuk dari diplomasi megafon namun pada dasarnya, kebijakan tersebut mengingatkan kembali pada keganasan orang-orang laut Sriwijaya di masa dahulu. Bambang menyarankan agar suku laut modern di Indonesia turut diberdayakan dan dilibatkan dalam upaya Angkatan Laut melindungi kedaulatan maritim negara sebagaimana Sriwijaya mengandalkan hegemoni kekuatan armada laut untuk menguasai jalur pelayaran, perdagangan dan membangun pangkalan armadanya yang strategis untuk melindungi kapal-kapal dagang, memungut cukai serta menjaga wilayah kedaulatan dan kekuasaannya pada masa itu.

Sumber: thejakartapost | jejaktapak

Tags

Related Post

Leave a Comment

Ads - Before Footer