Mengenal Jenis-jenis Kue Basah Palembang yang Selalu Muncul di Hari Raya

Usai berpuasa 30 hari lamanya, tibalah Hari Raya Idul Fitri yang dinanti-nantikan umat muslim di seluruh dunia. Berbagai hal yang identik dengan hari perayaan pun

Sunny H

Usai berpuasa 30 hari lamanya, tibalah Hari Raya Idul Fitri yang dinanti-nantikan umat muslim di seluruh dunia. Berbagai hal yang identik dengan hari perayaan pun turut mewarnai Idul Fitri, salah satunya adalah kehadiran makanan-makanan khas lebaran yang mengisi dapur umat Islam yang merayakan Idul Fitri.

Sumsel, sebagaimana wilayah lain di nusantara, tentu juga memiliki hidangan khas lebaran tersendiri. Budaya ngemil masyarakat Palembang khususnya, dinilai beberapa orang pakar sejarah sudah terbentuk sejak masa Kesultanan Palembang Darussalam, dan budaya tersebut bermuara kepada kekayaan kuliner di penjuru Sumsel. Salah satu jenis makanan khas yang paling rajin muncul di setiap hari raya adalah jenis kue basah.

Kali ini tim Srivijaya akan mengulas beberapa hidangan kue basah khas Palembang yang selalu muncul di hari raya, khususnya lebaran.

  1. Maksubah

Tidak banyak yang tahu sejarah pasti terciptanya kue basah satu ini. Namun satu hal yang diketahui dengan pasti oleh semua orang, kue khas Palembang bercitarasa legit ini merupakan hidangan wajib saat sanjo atau silaturahmi di hari lebaran.

Sebagaimana kue basah lainnya, maksubah berbahan dasar telur, gula dan susu. Hal yang unik dari kue maksubah terdapat pada penggunaan telur bebek sebagai bahan dasarnya alih-alih telur ayam. Resep maksubah sudah ada sejak zaman dulu dan tidak berubah hingga sekarang, kecuali pada teknik memasaknya yang kini dilakukan dengan pemanggang modern. Pada masa lampau, orang Palembang memasak maksubah dengan pemanggang tradisional berbahan bakar arang dan kayu. Hal tersebut tentu membuatnya menjadi dua kali lebih sulit, karena selain kue maksubah harus terus diawasi agar tidak gosong, bara api harus terus dijaga agar tetap menyala dengan intensitas sempurna.

Selain santapan wajib di hari lebaran, maksubah juga sering kali menjadi bagian tak tertinggalkan dalam tradisi antar-antaran pada pernikahan adat Palembang. Maksubah memiliki nilai filosofi sebagai bentuk penghargaan kepada orang yang dihormati, seperti orangtua dan mertua.

  1. Delapan Jam

Berbeda dengan maksubah yang asal namanya masih blunder, tidak ada filosofi tersembunyi dalam nama kue delapan jam. Kue ini dinamai delapan jam semata-mata karena durasi memasaknya memang mencapai delapan jam.

Sebagian orang yakin bahwa delapan jam merupakan inovasi lanjutan dari maksubah, karena bahan bakunya yang sama persis. Perbedaannya terdapat pada teknik memasaknya. Jika adonan maksubah dituang ke loyang dan dipanggang secara berlapis-lapis, tidak halnya dengan delapan jam. Kue satu ini tidak memiliki lapisan, sehingga menyerupai bolu minyak. Selain itu, kue delapan jam juga harus dikukus delapan jam lamanya, sebelum akhirnya dipanggang untuk mengeringkan airnya. Rasanya legit dan bertekstur basah menyerupai agar-agar.

  1. Engkak Ketan

Sekilas, engkak ketan tampak tak berbeda dengan kue maksubah atau lapis legit. Perbedaannya terasa jelas pada gigitan pertama. Dibandingkan saudara kue lapisnya yang lain, engkak ketan sedikit lebih kenyal, padat dan gurih. Hal tersebut dikarenakan bahan bakunya yang menggunakan tepung ketan. Selain itu, engkak ketan menggunakan 10 butir telur ayam sebagai bahan baku per loyang, berbeda dengan maksubah yang menggunakan telur bebek. Bisa dipastikan kandungan kolesterolnya lebih ‘bersahabat’ bagi konsumen yang memiliki pantangan makan.

  1. Bolu Kojo

Bolu kojo atau bolu kemojo merupakan kue bolu yang populer di berbagai wilayah di Sumatera, seperti Sumsel, Bengkulu, Jambi dan Riau. Nama kojo atau kemojo sendiri berasal dari kata ‘kamboja’, karena cetakan untuk membuat bolu kojo pada awalnya berbentuk menyerupai bunga kamboja.

Bolu kojo di setiap wilayah di Sumatera memiliki keunikannya masing-masing. Di Sumsel sendiri, bolu kojo berwarna hijau karena bahan tambahan berupa daun pandan atau daun suji. Selain memberi warna hijau alami, campuran daun suji atau daun pandan dalam adonan bolu kojo turut memberi aroma harum yang khas. Bolu kojo bertekstur basah dan agak lengket di bagian dalam, serta agak berminyak di bagian luar.

Selain membutuhkan keterampilan tingkat tinggi, memasak kue basah membutuhkan kesabaran yang berlapis-lapis. Kedua syarat tersebut sejak dahulu terkenal melekat pada reputasi wanita-wanita Palembang yang pandai memasak.

Memasak kue basah, selain menjadi tradisi tahunan tiap menjelang lebaran, juga merupakan aktivitas tak terpisahkan dari kehidupan masa lalu orang Palembang. Tradisi tersebut perlahan kini mulai bergeser mengikuti zaman. Meski wanita-wanita Palembang yang mahir memasak kue kini jumlahnya tak lagi sebanyak dulu, kini ada banyak kios oleh-oleh khas Palembang yang telaten menjaga resep kue tradisional Palembang, bahkan turut mempopulerkannya ke luar Pulau Sumatera.

(sumber : catatanpringadi.com; travel.kompas.com)

Tags

Related Post

Leave a Comment

Ads - Before Footer