Sumatera Selatan merupakan wilayah yang masih ditemukannya populasi gajah sumatera. Berdasarkan laporan Identifikasi dan Pemetaan Kantong-kantong Habitat Gajah dan Harimau di Sumatera Selatan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Selatan bekerja sama dengan FMIPA Universitas Sriwijaya dan GIZ-BIOCLIME pada 2016, jumlah gajah sumatera yang terpantau di delapan kantong habitat ternyata sekitar 56-93 individu. Di mana saja lokasi tersebut?
Berdasarkan laporan tersebut, lokasi yang terindikasi sebagai sebaran gajah sumatera ada di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Musi Banyuasin, Banyuasin, Ogan Komering Ulu (OKU) Selatan, Ogan Komering Ulu (OKU) Timur, Muara Enim, Lahat, dan Empat Lawang. Semua itu terpetakan dalam delapan kantong habitat.
Apakah benar populasi gajah di Sumatera Selatan berkisaran 56-93 individu? “Terkait data baru, kami belum memiliki lagi. Dari delapan kantong yang sudah terindentifikasi itu, data populasinya juga masih perlu diteliti lebih lanjut,” kata Octavia Susilowati, anggota tim penyusun laporan dari BKSDA Sumatera Selatan, Minggu (11/3/2018). Tim penyusun laporan terdiri dari Octavia Susilowati, Agnes Indra Mahanani, Indra Yustian, Doni Setiawan, dan Hendri Sumantri.
Guna menyelamatkan populasi tersisa dan memberikan kemungkinan berkembangbiaknya gajah sumatera, salah satu yang direkomendasikan dalam laporan tersebut adalah membangun koridor satwa. Tujuannya, menghubungkan kantong habitat satu dengan lainnya. Termasuk, mengembangkan skenario pengelolaan mitigasi konflik untuk menyelamatkan gajah sumatera yang sakit, bermasalah, tersesat, atau terjebak.
Lalu, ada rencana aksi konservasi gajah di Sumatera Selatan 2017 – 2021, berdasarkan focus group discussion (FGD) yang digelar para peneliti, dengan target penetapan site intensivemonitoring, tersedia data serial estimasi populasi gajah, juga adanya penetapan koridor habitat gajah untuk konektivitas dan kantong habitat yang lain, dengan indikatornya peta koridor habitat gajah dan terbentuknya tim masyarakat pemantau gajah (TMPG).
“Terkait peta koridor gajah belum ada. Pada 2017 lalu, kami baru tahap survei pengumpulan data dan informasi dalam rangka penyusunan koridor”, jelas Octavia. “Tapi, belum semua dilakukan di delapan kantong habitat gajah. Baru kami lakukan di areal PT. MHP (Musi Hutan Persada)”, lanjutnya.
Terkait TMPG, lanjut Octavia, saat ini dalam tahapan sosialisasi. “Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Selatan akan mengadakan pelatihan mitigasi konflik (dengan satwa) bagi masyarakat,” ujarnya.
Harus data terkini
Menanggapi kondisi habitat gajah di Sumatera Selatan, Sunarto Wildlife Species WWF-Indonesia, Rabu (14/3/2018), mengatakan belum memahami detil kondisi kantong habitat itu. “Saya hanya mendapatkan informasi dari kawan-kawan yang melakukan pemantauan, tapi terus terang saya belum pernah terjun langsung ke lokasi tersebut. Terakhir, saya hanya tahu kondisinya dua tahun lalu saat mengikuti acara BKSDA Sumsel,” katanya.
Sunarto setuju, adanya koridor yang menghubungkan kantong-kantong habitat gajah di Sumatera Selatan. Tetapi untuk menuju upaya tersebut, dibutuhkan penelitian mendalam serta data terkini mengenai kondisi gajah sumatera yang dapat diakses publik.
Data ini bukan hanya mengenai jumlah individu, baik yang bertambah maupun berkurang, tetapi juga berbagai persoalan atau ancaman terkait lingkungan kantong gajah tersebut. “Kita belajar mengenal gajah, dan gajah juga belajar mengenal kita sebagai manusia yang selalu membutuhkan lahan,” katanya.
Informasi tersebut baiknya datang dari berbagai pihak, bukan hanya dari pemerintah, perusahaan, juga masyarakat dan kawan-kawan yang punya minat pada gajah sumatera. Yang lebih penting, kita belajar kearifan dari masyarakat terhadap gajah sumatera, yang sudah ratusan tahun menetap dalam satu wilayah. Konflik terjadi, umumnya di wilayah permukiman baru masyarakat atau perkebunan.
“Wilayah jelajah gajah bukan sebatas ‘memori’ tapi juga karena ada keinginan melakukan ‘perantauan’. Gajah jantan yang biasanya memiliki keinginan untuk memasuki wilayah baru”, jelasnya.
Inilah delapan kantong habitat gajah yang dipantau di Sumatera Selatan:
Hutan Benakat Semangus
Kawasan hutan ini terletak di lima kabupaten, yakni Musi Rawas, Musi Banyuasin, Pali, Lahat, dan Muaraenim. Luasnya mencapai 259.801 hektar dengan ketinggian 50 – 150 meter diatas permukaan laut. Kawasan ini didominasi hutan tanaman dan pertanian lahan kering. Luas hutan tanaman mencapai 108.753 hektar, dan pertanian lahan kering seluas 92.000 hektar.
Dalam penelusuran Mongabay Indonesia di hutan Rimba Sekampung milik Marga Benakat beberapa tahun lalu, ditemukan jejak gajah sumatera seperti kotoran atau rumpun bambu yang habis dimakan. Selain itu juga ditemukan jejak harimau sumatera. Para peneliti menyatakan telah menemukan setidaknya 32 individu gajah sumatera.
Hutan Meranti – Sungai Kapas
Hutan ini terletak di Kabupaten Musi Rawas dengan luas 52.074 hektar. Ketinggiannya berkisar 70 – 100 meter diatas permukaan laut. Habitat Meranti – Sungai Kapas sebagian besar didominasi hutan lahan kering sekunder dan merupakan perwakilan ekosistem hutan dataran rendah yang tersisa di Sumatera Selatan.
Kawasan ini merupakan kawasan hutan dengan status dan fungsi Hutan Produksi (HP) dan Hutan Produksi Terbatas (HPT). Seluruh kawasan telah dibebani IUPHHK Restorasi Ekosistem (RE) dibawah pengelolaan PT. Restorasi Ekosistem Indonesia (REKI) dengan nama lain yang dikenal sebagai Hutan Harapan. Berdasarkan data Sistem Informasi Geografis (SIG), di wilayah tersebut hanya ditemukan satu individu gajah sumatera.
Hutan Lalan
Hutan Lalan yang luasnya 262.823 hektar dengan ketinggian 8 – 35 meter diatas permukaan laut berada di Kabupaten Musi Banyuasin. Secara umum, karakteristik lahan dikelompokkan sebagai lahan gambut dan tipe daratan. Kawasan ini menjadi salah satu area kunci keanekaragaman hayati di Sumatera karena bagian dari sistem hutan rawa gambut yang terbentang dari Taman Nasional Berbak dan Sembilang.
Di wilayah ini tidak ditemukan satu individu pun gajah sumatera.
Hutan Jambul-Nanti-Patah
Hutan Jambul Nanti Patah terletak di Kabupaten Lahat, Muara Enim, Ogan Komering Ulu, Ogan Komering Ulu Selatan, dan Pagar Alam yang berbatasan dengan Bengkulu, dengan luasan 282.727 hektar diketinggian 125 – 2.500 meter dari permukaan laut. Kawasan ini bagian dari Bukit Barisan Selatan dengan tipe ekosistem hutan pegunungan dan dataran rendah yang masih luas. Wilayahnya terdiri dari kelompok hutan Bukit Jambul, Gunung Patah-Bukit Jambul Asahan-Bukit Nanti-Mekakau yang ditetapkan sebagai hutan lindung.
Sekitar 140.000 hektar hutan alam masih mendominasi tutupan lahan Jambul-Nanti-Patah. Selebihnya, beralih fungsi menjadi perkebunan, permukiman, dan dibuka untuk jalan.
Sama seperti di Lalan, peneliti tidak menemukan satu individu pun gajah sumatera. Tapi kematian gajah di Desa Kota Dalam, Kecamatan Mekakau, Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Selatan, Sumatera Selatan pada awal Januari 2018, menunjukan masih ada gajah sumatera di wilayah ini.
Hutan Mesuji
Hutan Mesuji terletak di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) dengan luas 64.712 hektar, diketinggian 0 – 15 meter diatas permukaan laut. Hutan Mesuji berbatasan langsung dengan Lampung. Seluruh kawasan hutan ini berada di bawah pengelolaan perusahaan HTI PT. Bumi Mekar Hijau (BMH), salah satu anak perusahaan grup Sinarmas. Kawasan ini sebagian besar sudah tidak berhutan dan didominasi vegetasi hutan tanaman dan semak belukar. Ekosistem alami yang tersisa berupa vegetasi riparian dan hutan rawa gambut sekunder seluas 754 hektar.
Di kawasan ini, para peneliti hanya menemukan tiga individu gajah sumatera. Angka ini cukup memprihatinkan, sebab dulu terdapat puluhan hingga ratusan gajah sumatera, meskipun pada 1982 sempat dipindahkan ke Way Kambas, Lampung.
Hutan Saka-Gunung Raya
Kawasan hutan ini terletak di Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan. Luasnya 75.883 hektar dengan ketinggian sekitar 130 – 1.600 meter dari permukaan laut. Hutan ini terdiri dari Hutan Lindung (HL) Saka, Hutan Produksi (HP) Saka dan Suaka Margasatwa (SM) Gunung Raya. Kawasan hutan ini mengalami kondisi kritis disebabkan pembalakan dan pembukaan kawasan oleh masyarakat.
Di wilayah ini, para peneliti menemukan lima individu gajah sumatera.
Hutan Suban Jeriji
Hutan Suban Jeriji berada di Kabupaten Muara Enim dan Ogan Komering Ulu dengan luas 138.542 hkater diketinggian 50 – 300 meter diatas permukaan laut. Arealnya terdiri dari hutan tanaman, sekitar 28 ribu hektar, dan lahan pertanian dengan luas sekitar 83 ribu hektar. Dalam kelompok hutan ini terdapat Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Suban Jeriji seluas 761,98 hektar yang dikelola Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BP2LHK) Palembang.
Individu gajah sumatera tidak ditemukan para peneliti di hutan ini.
Hutan Sugihan-Simpang Heran
Hutan Sugihan-Simpang Heran terletak di Kabupaten Banyuasin dan Ogan Komering Ilir. Luasnya, 631.953 hektar diketinggian 0 – 20 meter diatas permukaan laut. Para peneliti menemukan 15-52 gajah jinak dan liar.
Kantong habitat kelompok hutan Sugihan-Simpang Heran terbagi dalam Suaka Margasatwa (SM) Padang Sugihan dan Hutan Produksi (HP) Simpang Heran Beyuku. Keseluruhan kawasan berupa ekosistem dataran rendah rawa dan gambut. Hutan produksi Simpang Heran Beyuku merupakan areal konsesi hutan tanaman PT. Bumi Andalas Permai (BAP), PT. Sebangun Bumi Andalas (SBA), dan PT. Bumi Mekar Hijau (BMH). Kawasan ini juga merupakan habitat alami gajah sumatera sehingga menjadi sasaran utama konservasi SM Padang Sugihan.
*Artikel diatas merupakan tulisan Taufik Wijaya yang pernah dimuat di situs Mongabay.co.id. Untuk membaca tulisan orisinal, kunjungi tautan berikut : www.mongabay.co.id