Tidak semua kekhasan Sumsel berasal dari Palembang, terutama jika berkaitan dengan hasil bumi. Saat ini setidaknya terdapat 13 kabupaten dan empat kotamadya di wilayah Sumsel dengan produk ekonomi dan hasil bumi unggulannya masing-masing. Jika Palembang populer karena pempek dan Pagaralam terkenal dengan teh dan kopinya, maka tanah Komering Raya terkenal akan keberadaan duku komering, buah duku yang reputasinya sudah terkenal hingga ke seluruh penjuru Indonesia, bahkan dunia. Meski tanaman duku tidak hanya bisa ditemui di wilayah Sumsel, duku komering tetap menjadi primadona dari ‘bangsa duku’ karena rasanya yang sangat manis, harganya yang murah dan bijinya yang kecil.
Lantas selain rasanya, apalagi fakta-fakta unik tentang Duku Komering? Kali ini tim Srivijaya akan mengulas tanaman bernama latin Lansium Domesticum ini hingga ke akar-akarnya!
Sering Disebut Duku Palembang
Di berbagai daerah di luar Sumsel, duku komering sering ‘berubah nama’ menjadi duku palembang. Padahal kenyataannya, tidak ada satu pun kebun duku yang ada di Kota Palembang. Kesalahan penamaan tersebut seolah diamini oleh pedagang-pedagang duku yang sebenarnya berasal dari Komering, bisa jadi dikarenakan nama Palembang sendiri lebih dikenal secara nasional daripada nama daerah Komering.
Kondisi tersebut sejatinya turut membawa dampak buruk. Banyak pedagang duku dari daerah lain, seperti duku Jambi, yang mencatut nama duku palembang, sehingga konsumen duku dari luar wilayah Sumsel akhirnya menganggap bahwa kualitas duku dari semua daerah sebenarnya sama. Padahal duku komering memiliki cita rasa manis yang berbeda dari duku hasil produksi daerah lain. Pada akhirnya, reputasi duku komering yang terpuji di wilayah Sumsel malah menjadi bias di kancah nasional.
Tumbuh Di Tepiah Sungai Ogan dan Komering
Tanaman dari genus lansium satu ini sebenarnya masih berkerabat dengan buah langsat dan kokosan yang bisa ditemui di wilayah lain di luar Sumsel. Duku biasanya tumbuh di wilayah dataran rendah dengan pengairan yang cukup. Wilayah tepian sungai adalah lokasi yang ideal bagi tanaman duku untuk tumbuh, dan masyarakat OKU (Ogan Komering Ulu) benar-benar beruntung karena wilayahnya dialiri Sungai Ogan dan Sungai Komering. Ekosistem sungai di daerah OKU menjadikan kabupaten OKU, OKU Timur dan OKU Selatan sebagai lahan yang ideal untuk ditumbuhi oleh duku. Keberadaan dua aliran sungai tersebut secara tak langsung juga turut melegalkan sebutan ‘Duku Ogan’, nama lain untuk duku komering.
Hanya Dipanen Setahun Sekali
Duku komering dikenal hanya berbuah sekali selama setahun, tepatnya di awal musim hujan pada Bulan Januari dan Februari. Kondisi tersebut menciptakan satu musim baru bagi masyarakat Komering, yaitu ‘musim duku’, musim di antara musim kemarau dan musim hujan.
Panen duku yang serentak tak ayal turut mempengaruhi harga duku di pasaran. Pasca panen pertama, duku yang membanjiri pasar biasanya hanya dihargai Rp. 5.000,- per kilogramnya. Meski demikian, masyarakat Komering tetap tekun memanen duku di awal tahun. Sikap tersebut diwariskan oleh nenek moyang orang Komering yang berprinsip hanya memanen duku sekali dalam setahun, agar rasa manis dari duku komering merata pada setiap buah yang tumbuh.
Tanaman Warisan Nenek Moyang
Meski diketegorikan sebagai komoditi perkebunan, nyatanya tidak banyak intensifikasi perkebunan duku yang dilakukan pemilik tanaman duku komering untuk meningkatkan produksi. Sebagian besar tanaman duku yang memproduksi duku komering hingga kini adalah warisan nenek moyang. Faktor usia tanaman yang semakin tua dari waktu ke waktu tentu turut berpengaruh negatif terhadap produktivitas duku komering.
Setidaknya terdapat dua macam teknik pembudidayaan duku, yaitu teknik generatif dan teknik vegetatif. Secara generatif, tanaman duku yang baru akan tumbuh dari biji atau bibit duku yang ditanam dengan sengaja, sementara secara vegetatif, produktivitas duku ditingkatkan dengan pencangkokan atau stek. Meski peluang keberhasilan teknik generatif jauh lebih besar, namun prosesnya yang memakan waktu 10 hingga 15 tahun menjadi kendala utama bagi petani duku yang serius dalam membudidayakan duku komering, sehingga tidak banyak tanaman duku komering produktif yang bisa ditemui saat ini.
Memiliki Hak Paten
Keberagaman jenis duku yang membiaskan reputasi duku komering di pasaran akhirnya dapat diatasi dengan sebuah solusi yang absolut : hak paten. Tepatnya sejak tahun 2017 lalu, tanaman duku komering resmi memiliki sertifikat Indikasi Geografis (IG) yang menyatakan bahwa nama duku komering hanya boleh digunakan untuk menyebut duku yang ditanam di tiga wilayah di Sumsel, yaitu OKU, OKU Timur dan OKU Selatan. Sertifikat tersebut diterima H.M. Kholid, MD, Bupati OKU Timur langsung dari Dirjen Kekayaan Intelektual Kemenkum HAM RI. Sertifikat tersebut juga secara tak langsung menjadi pondasi awal bagi pemerintah Sumsel dalam melestarikan dan mempopulerkan duku komering yang sebenarnya ke kancah nasional dan internasional.
Tanpa dipungkiri, popularitas duku komering dihadang banyak kendala mulai dari sisi hulu hingga ilir. Di bagian hulu, produksi duku komering terkendala sulitnya pembudidayaan dan lamanya masa tanam, sementara di bagian ilir, harga duku komering diancam oleh keberadaan tengkulak yang kerap mempermainkan harga pasar dan merugikan pemilik tanaman duku.
Meski sebagai konsumen awam kita tidak memiliki kuasa yang cukup untuk mengubah keadaan dan sistem, namun setidaknya sebagai warga Sumsel yang mencintai tanah kelahirannya, masih ada satu langkah konkret yang bisa kita lakukan untuk mempopulerkan duku komering, yaitu dengan menyantapnya ketika sedang musim, dan ceritakan kepada semua orang betapa kayanya alam Sumsel!
(indonesiaberita.com; kabarokutimur.com; sumeks.co.id; tribunnes.com)