Kerajaan Jagat Besemah, Tetangga Kerajaan Palembang di Masa Lampau

Kerajaan Jagat Besemah, Tetangga KesultananPalembang Darussalam di Masa Lampau Warga Sumsel yang bermukim di Lahat dan pagaralam tentu tak asing lagi dengan sebutan ‘Bumi Besemah’.

Sunny H

Kerajaan Jagat Besemah, Tetangga Kesultanan
Palembang Darussalam di Masa Lampau

Warga Sumsel yang bermukim di Lahat dan pagaralam tentu tak asing lagi dengan sebutan ‘Bumi Besemah’. Nama ‘Besemah’,‘Pasemah’ atau ‘Bumi Besemah’ adalah istilah lain yang sering digunakan sebagian orang untuk menyebut wilayah Kabupaten Lahat dan Pagaralam yang ada di Sumatera Selatan. Sebutan tersebut ternyata memiliki muasal yang berkaitan erat dengan sejarah Kesultanan Palembang Darussalam. Meski terpisah jarak sejauh ratusan kilometer, ternyata Bumi Besemah dan Kota Palembang memiliki ikatan sejarah yang menarik.

Pasca runtuhnya Kerajaan Sriwijaya, berbagai kerajaan kecil mulai bermunculan dari wilayah-wilayah bekas kekuasaan Sriwijaya. Salah satu kerajaan yang berhasil mencapai puncak kejayaannya pada masa itu bernama Jagat Besemah, kerajaan yang pusat pemerintahannya berada di lereng Gunung Dempo, Pagaralam. Kata ‘Jagat’ sendiri dipergunakan untuk menggambarkan luasnya wilayah kekuasaan kerajaan tersebut. Konon di amsa keemasannya, wilayah Jagat Besemah tidak hanya meliputi Pagaralam dan Lahat, tapi juga wilayah Empat Lawang, sebagian wilayah OKU dan Muara Enim, Bengkulu Selatan serta sedikit bagian dari Provinsi Lampung saat ini. Rakyat penghuni Kerajaan Jagat Besemah sendiri dikenal dengan sebutan ‘orang-orang Besemah’ atau ‘orang-orang Pasemah’, penghuni Gunung Dempo dan Bukit Barisan yang kerap ditakuti oleh bangsa pendatang seperti Belanda dan Inggris.

Sebagian sejarawan percaya bahwa kemunculan Kerajaan Jagat Besemah berawal dari keruntuhan Kerajaan Majapahit di abad ke-6. Jagat Besemah didirikan oleh seorang keturunan Majapahit yang dijuluki Ratu Atung Bungsu. Sebutan ‘ratu’ sendiri tidak mengindikasikan bahwa Atung Bungsu adalah seorang perempuan. Sebaliknya, pada masa itu, ratu adalah gelar yang disematkan pada seorang penguasa laki-laki, atau laki-laki keturunan bangsawan. Dengan demikian ditariklah sebuah kesimpulan bahwa Atung Bungsu adalah masih keturunan dari raja-raja Majapahit.

Ratu Atung Bungsu konon meninggalkan tanah Jawa bersama keluarga dan pengikutnya, demi memasuki pedalaman hutan Sumatera. Setelah mengarungi Sungai Musi dan anak-anak sungainya, tibalah Atung Bungsu dan pengikutnya di sebuah perairan yang tenang dan dataran yang subur di tepian Sungai Lematang. Perairan tempat Atung Bungsu berlabuh tersebut ternyata dipenuhi oleh ikan semah, salah satu spesies ikan yang diyakini masih berkeluarga dengan ikan mas. Begitu banyaknya ikan semah disitu, sehingga saat istri Atung Bungsu hendak mencuci beras dengan air sungai, salah seekor ikan semah meloncat ke dalam periuk beras yang ia bawa. Dari sanalah muncul nama Besemah, yang secara harfiah memiliki arti “ber-ikan semah”. Nama tersebut kemudian digunakan oleh Atung Bungsu dan rombongannya untuk menyebut tempat tersebut hingga kemudian hari.

Meski cerita tersebut sangat dikenal oleh masyarakat Besemah hingga masa kini, ternyata ada leih dari satu versi cerita yang mengisahkan asal nama Besemah. Dalam versi lain, seorang ‘wali tua’ dari tanah Jawa yang masih termasuk keluarga Kerajaan majapahit berangkat ke Palembang, kemudan menikah dengan salah seorang putri raja Palembang pada masa itu. Salah satu keturunan wali tersebutlah yang kemudian dinamai Atung Bungsu. Atung Bungsu kemudian pada suatu ketika menelusuri Sungai Lematang hingga sampai di sebuah sungai yang tidak diketahui namanya. Di sanalah ia menemukan banyak ikan semah, dan mencetuskan nama “Besemah”.

Besemah dan Palembang

Gelar ‘ratu’ adalah gelar yang diwariskan secara hierarkis di antara penguasa Jagat Besemah. Pada generasi kesepuluhnya, Jagat Besemah dipimpin oleh Ratu Singa Bekurung. Setelah bertetangga untuk waktu yang sangat lama dengan Kerajaan Palembang, Jagat Besemah akhirnya menyatukan diri dengan Kerajaan Palembang pada masa kepemimpinan Singa Bekurung. Ia mengutus depatinya untuk menghadap Ratu Sinuhun, istri Pangeran Sido Ing Kenayan yang pada masa itu merupakan Raja Palembang. Dengan demikian, Jagat Besemah menggabungkan dirinya ke dalam Kerajaan Palenbang atas kehendak rajanya, bukan karena ditaklukkan. Hal tersebut tampak dari pewarisan gelar ‘ratu’ yang terus berlangsung hingga masa raja Jagat Besemah yang ke-12, meski Jagat Besemah sudah berada di bawah kekuasaan Palembang.

Permusuhan Jeme Besemah dan Bangsa Penjajah

Bersatunya Jagat Besemah dan Palembang tentu berpengaruh terhadap kondisi geopolitik di tanah warisan Kerajaan Sriwijaya tersebut. Ketika Belanda menduduki Palembang pada tahun 1821, Jagat Besemah tidak ikut tunduk pada Belanda. Bahkan jeme besemah, sebutan untuk masyarakat penghuni Bumi Besemah, melakukan perlawanan yang keras saat Belanda hendak menginvasi Bumi Besemah. Perlawanan tersebut bahkan tercatat sebagai perlawanan terhadap Belanda yang berlangsung paling lama pada abad ke-19 di Sumatera Selatan, yaitu selama 50 tahun. Belanda kewalahan dalam menaklukkan Besemah karena topografi Bumi Besemah sama sekali berbeda dengan Palembang yang berupa rawa-rawa. Selain itu, Bukit Barisan dan Gunung Dempo turut menjadi benteng alami jeme besemah dalam menghalau Belanda.

Sebelum pendudukan Belanda terhadap Palembang, jeme besemah sempat pula tercatat dalam berbagai peristiwa sejarah di sekitar sepak-terjang bangsa penjajah. Pada tahun 1818, Inggris yang menguasai wilayah Bengkulu menghadapi dua malapetaka, yaitu kematian pasukan koloninya yang disebabkan wabah cacar dan peperangan dengan orang-orang ‘Passumah’. Sebutan Passumah sendiri disinyalir berasal dari orang Belanda yang keliru melafalkan “besemah”. Jeme besemah juga tercatat pernah menyerang Manna, sebuah kota kecil di Bengkulu yang dikuasai Inggris.

Peninggalan Sejarah Besemah

Terdapat sangat banyak peninggalan sejarah yang terdapat di Bumi Besemah, namun sebagian besar darinya adalah peninggalan arkeologi dari masa megalitikum. Peninggalan tersebut berupa arca batu, sarkofagus, dolmen, menhir, lesung batu dan lain sebagainya. Peninggalan-peninggalan megalitik tersebut dapat ditemui di lereng Gunung Dempo. Sebagian dari temuan tersebut berupa patung-patung dewa agama Hindu yang dinilia berasal dair luar Pulau Sumatera. Hal tersebut tentu turut mendukung teori bahwa nebek moyang jeme besemah berasal dari luar Pulau Sumatera.

Jagat Besemah Kini

Berbeda dengan Kesultanan Palembang yang direstorasi pada tahun 2003 lalu, Kerajaan Jagat Besemah kini sudah tak ada lagi. Tanah kekuasaan Besemah yang dulu membentang dari Bengkulu hingga ke Semendo juga kini telah dipecah menjadi beberapa wilayah administratif dari beberapa provinsi di Sumbagsel, seperti Bengkulu dan Lampung. Kini tanah yang kerap disebut Bumi Besemah hanya meliputi Kabupaten Lahat dan Kota Pagaralam yang memang berada dekat dengan Bukit Barisan dan Gunung Dempo.

Walau tak sejaya masa dahulu, Pagar Alam dan Lahat kini tetap jaya dengan caranya sendiri. Lahat memiliki sebutan lain, yaitu “Bumi 1000 Megalit”, karena kekayaan alam dan peninggalan arkeologinya. Setidaknya terdapat 76 air terjun di Lahat yang sudah ditemukan hingga saat ini. Selain itu, Lahat juga kerap menjadi wisata favorit karena keberadaan Bukit Telunjuk yang melegenda. Sementara Pagaralam, siapa lagi yang tidak tahu? Eksotisme Gunung Dempo bukan hanya menghadirkan tantangan bagi para pendaki gunung, tapi juga kemakmuran bagi masyarakat yang bermukim di kakinya. Tanah di kaki Gunung Dempo yang subur berhasil menjadikan Pagaralam sebagai produsen sayuran segar dan teh terbaik di Sumsel.

Sumber: (fakta.co.id; pagaralam.net; pagaralampos.com)

Tags

Related Post

Leave a Comment

Ads - Before Footer