Sebelum android dan internet lahir ke dunia ini, membaca selalu diidentikkan dengan buku. Tujuan dari membaca buku bermacam-macam, ada yang membaca untuk menambah wawasan dan pengetahuan, ada yang membaca untuk sekedar mencari hiburan, ada yang membaca untuk mencari referensi, atau bahkan untuk mempelajari tata cara menggunakan komputer dan mencari resep masakan, semuanya dicari dengan membaca sebuah buku. Begitu berharganya sebuah buku hingga tak salah ada ungkapan yang mengatakan bahwa “buku adalah jendela ilmu”.
Namun apakah dizaman sekarang saat internet mudah diakses oleh setiap kalangan baik orang tua, orang dewasa, bahkan anak-anak kapan saja dan dimana saja buku masih disebut sebagai jendela ilmu ?
Menurut Jurnal Kajian Informasi dan Perpustakaan tahun 2015, sebelum lahirnya era digital di Indonesia, minat baca masyarakat Indonesia sudah tergolong rendah. Data itu menggambarkan bahwa penduduk Indonesia yang berada di atas 15 tahun yang membaca koran pada hari minggu hanya 55,11 %. Sedangkan yang membaca majalah atau tabloid hanya 29,22 %, buku cerita 16,22 %., dan buku pelajaran 44,28 %.
Jauh sekali dengan menonton televisi yang presentasenya 211,1 %. Hal ini tentu sangat disayangkan, ditambah lagi setelah kedatangan android dan internet. Semua akses mengenai informasi, hiburan, referensi, bahkan tutorial-tutorial dapat dengan mudah dicari dalam satu genggaman tangan tanpa harus repot-repot membuka berlembar-lembar buku, atau harus berangkat jauh ke perpustakaan.
Fenoma ini perlahan mulai membuat perpustakaan dan taman baca lainnya sepi pengunjung. Orang-orang lebih beralih mencari hal yang mereka inginkan di internet dibanding dengan membaca buku. Selain lebih lengkap, internet juga memiliki jangkauan yang lebih liuas dan juga lebih menarik dari segi visual.
Buku perlahan mulai dianggap kuno. Hanya segelintir orang yang masih setia membaca buku. Buku yang selalu digembor-gemborkan menjadi jendela ilmu kini hanya terlihat bertumpuk berdebu tanpa ada yang membacanya.
Padahal jika ditelisik lebih dalam lagi, mencari informasi dari buku memiliki banyak aspek kelebihan dibandingkan dengan mencari informasi dari internet. Informasi yang didapat dalam buku mayoritas merupakan informasi nyata yang benar-benar ditulis oleh penulis dengan mengambil dari sumber-sumber yang terpercaya, bahkan tak jarang penulis mewawancarai langsung narasumber untuk mendapatkan informasi yang akurat.
Sementara jika mencari informasi di internet, walaupun cepat dan mudah namun rawan sekali kebenaran dan keaslian informasi tersebut. Hal ini tidak lain karena internet member kebebasan dan keleluasaan sehingga banyak digunakan oleh oknum tak bertanggungjawab untuk menyebarkan berita hoax, penipuan, hal-hal berbau SARA dan lain-lain. Sehingga berdampak pada munculnya keresahan di kalangan masyarakat.
Oleh karena itu butuh upaya ekstra untuk mengembalikan kembali minat baca masyarakat Indonesia atau bahkan untuk meningkatkannya. Banyak faktor yang menyebabkan turunnya tingkat minat baca masyarakat Indonesia saat ini, antara lain cover buku yang kurang menarik, isi buku yang membosankan, bahasa yang sulit untuk dipahami, serta harga buku yang tergolong cukup mahal.
Walaupun begitu, kita harus tetap mengapreasi upaya-upaya dari beberapa komunitas dan organisasi yang giat mendongkrak kembali minat baca masyarakat Indonesia. Mulai dari menggelar lapak buku, menyediakan fasilitas baca buku gratis, ataupun yang mengadakan perpustakaan keliling ke pelosok-pelosok daerah..
Saat ini peran penulis muda diangggap penting dalam meningkatkan kembali minat baca terutama di kalangan anak muda. Penggunaan gaya bahasa yang mudah dimengerti serta cover ilustrasi yang menarik diharapkan mampu menumbuhkan kembali anomali masyarakat dalam membaca buku.
Peran pemerintah daerah untuk menggalakkan semangat membaca di masyarakat juga sangat diharapkan untuk dapat mendongkrak kembali budaya membaca di Indonesia.
Sumber: (Novita Awalia Rahmah, Juara I Lomba Artikel Srivijaya “Apa Kabar Minat Baca Indonesia Hari ini”)