Arulan Band, Fender dan Sjahrul G. Bajumi

Dunia musik tanah air mulai tampak ‘menggeliat’ di periode akhir masa kepemimpinan Presiden Soekarno. Tahun 1960-an, berbagai band mulai bermunculan mengisi daftar musisi di nusantara,

Sunny H

Dunia musik tanah air mulai tampak ‘menggeliat’ di periode akhir masa kepemimpinan Presiden Soekarno. Tahun 1960-an, berbagai band mulai bermunculan mengisi daftar musisi di nusantara, sebut saja Koes Bersaudara (yang kemudian menjadi Koes Ploes), Trio Bimbo, God Bless, The Loyd dan lain sebagainya. Di antara nama-nama besar tersebut, terdapat pula sebuah nama yang tak kalah bersinarnya pada masa itu : Arulan Band.

Sebagaimana grup band Bon Jovi yang namanya diambil dari nama pentolan band tersebut, Jon Bon Jovi, Arulan Band pun terilhami untuk memberi nama band mereka dengan nama pentolan mereka, Arulan. Hal yang menarik tentang Arulan tidak serta-merta berasal dari sepak-terjang band-nya, melainkan latar belakang dari pemilik nama tersebut sendiri.

Arulan adalah nama kecil dari Sjahrul Ghozi Bajumi, pemuda yang lahir di Tanjung Sejaro, Ogan Ilir pada tahun 1945. Masyarakat Palembang tentu tak asing dengan nama Bajumi Wahab, saudagar kaya yang hidup berjaya di era awal kemerdekaan Indonesia. Sjahrul sendiri adalah putra kedua dari Bajumi dan istrinya, Sajiddah.

Terlahir dari keluarga yang kaya raya, sejak kecil Sjahrul sudah hidup dan mengenyam pendidikan formal di ibukota. Saat duduk di bangku SMP, ia bertemu dengan Wibisono dan Jarzuk, teman-teman sekolahnya yang kelak memperkenalkannya pada gitar dan musik. Konon sejak saat itulah Sjahrul mulai bercita-cita menjadi musisi.

Tekad bermusiknya mendapat tentangan keras dari sang ayah. Namun uniknya, Sjahrul justru mendapat dukungan penuh dari sang ibu. Ibunya, Sajiddah binti Pangeran Nuh, ternyata gemar bermain piano. Selain minat yang sama pada musik, ibunda Sjahrul juga menganggap bahwa bermain musik adalah salah satu kegiatan yang dapat menghindarkan Sjahrul dari pergaulan yang salah, mengingat pada masa itu Sjahrul masih dalam usia remaja. Ibunda Sjahrul pun mengambil peran strategis dalam pengasuhan band besutan anaknya, mulai dari menjadi sponsor, penyemangat, hingga menjadi sosok ‘bunda’ bagi para personel band tersebut. Bahkan tak jarang pula ia membelikan piringan hitam musisi-musisi luar negeri untuk memantik inspirasi para personel Arulan Band.

Sebelum dikenal dengan nama ‘Arulan’, band yang dibentuk Sjahrul mulanya bernama ‘Blue Boys’. Personel pertama yang mengisi band tersebut antara lain Wibisono sebagai basis, Jarzuk sebagai pemain keyboard, Lion sebagai vokalis, Richard sebagai gitaris, Isa Tartiasa sebagai drumer dan Sjahrul sendiri mengisi posisi lead guitar. Blue Boys kemudian berubah nama menjadi ‘Irama Taruna Arulan’, lalu akhirnya menjadi ‘Arulan’ atas saran ibunda Sjahrul.

Dalam perjalanannya Arulan ditinggal oleh dua orang personelnya, yaitu Richard dan Lion yang pergi ke negeri Belanda. Namun pada sekitar awal tahun 1960, dua bersaudara Ismet Januar dan M.A. Imran masuk menggantikan Richard dan Lion. Dari titik tersebutlah band Arulan menjelma menjadi band besar. Berbagai panggung mulai dinaiki dan berbagai prestasi mulai ditorehkan Arulan. Salah satu yang paling berkesan adalah Arulan dapat tampil sebagai band pembuka konser penyanyi asal Belanda, Anneke Grunlo dan The Blue Diamond. Selain itu, Arulan juga menjadi band pertama yang tampil di TVRI secara beruntun pada tahun 1960 hingga 1970-an, juga menjadi band undangan dalam perayaan SEA Games ke-4. Hasil rekaman dari album Arulan pun banyak yang menjadi hits, di antaranya lagu daerah Kabile-bile, Krakatau, Kenangan Indah, Rumah Gadang, Rindu, Serunai Malam, Tandjoeng Sedjaro, Bumi Sriwijaya, Andaikan, Palembang Bari dan masih banyak lagi . Yang cukup membanggakan adalah, satu lagu karya Sjahrul yang berjudul “Mata Bidadari” menjadi top chart di Radio 2 Nusantara dan sangat populer di Radio Australia.

Pun demikian, tatkala band Arulan masih dalam masa jayanya, Sjahrul justru memilih pergi meninggalkan band yang dibentuknya. Pada tahun 1965, Sjahrul melanjutkan studinya ke Amerika Serikat. Sjahrul baru kembali ke tanah air pada tahun 1971 dengan membawa gelar Master of Business Administration. Sekembalinya dari Amerika, Sjahrul kembali mengibarkan bendera Arulan bersama rekan-rekannya.

Pada akhirnya, Sjahrul juga terjun ke dunia bisnis seperti ayahnya. Sepeninggal sang ayah, Sjahrul dibantu dengan adiknya, Rosichan Nuch Bajumi, mulai mengelola bisnis mereka sendiri. Bisnis barunya bergerak di bidang perkebunan karet di wilayah Sumatera Selatan yang dimulainya pada tahun 2001 dan terus berlangsung hingga saat ini. Sjahrul sangat total dalam menjalankan usaha barunya. Ia bahkan rela terpisah jauh dari anak dan istrinya selama tiga bulan lebih hanya untuk terjun langsung ke dalam hutan. Dalam menjalankan bisnis, Sjahrul berpegang teguh pada prinsip ayahnya, yaitu tidak meminjam modal dari bank sedikit pun. Semua modal usahanya berasal dari uang pribadi dan peninggalan keluarganya.

Menjalankan bisnis sejatinya tidak membuat Sjahrul melepas kecintaannya akan musik. Buktinya, Sjahrul membangun studio rekaman yang berlokasi di Jl. Sampit II No. 19 Jakarta Selatan. Sjahrul menamai studo tersebut sesuai dengan band yang dulu dirintisnya, yaitu ‘Arulan’. Dalam studio tersebut, Sjahrul menumpahkan semua kecintaannya akan musik. Sjahrul tidak hanya menyediakan studio latihan dan perangkat perekaman musik digital, namun juga perangkat perekaman analog, lengkap dengan tape dan pita dua inci yang masih terawat dengan baik.

Hal menakjubkan lain tentang cintanya akan musik tampak dari hobi Sjahrul mengoleksi gitar. Tidak banyak kolektor gitar di dunia ini, apalagi yang hanya berkonsentrasi mengoleksi satu merek gitar. Namun tidak demikian bagi Sjahrul G. Bajumi. Ditunjang dengan keuangannya yang sudah mapan, sejak tahun 2009, Sjahrul mulai berkeliling dunia dan mengumpulkan gitar bermerek fender dari berbagai tipe dan tahun. Koleksinya saat ini sudah mencapai 110 buah gitar yang dipajang secara rapi di kediamannya. Hampir semua tipe yang dikeluarkan oleh fender dikoleksinya, seperti Fender Stratocaster , Telecaster, Jazz Master, Jaguar, Fender Hollow, Akustit 6 dan 12 string hingga elektrik 12 string dari berbagai tahun pembuatan. 98% dari koleksi gitarnya didapat Sjahrul langsung dari negara asal gitar tersebut, yaitu Amerika Serikat. Variasi harganya pun cukup mencengangkan, dari yang termurah seharga 3.000,- USD hingga yang termahal seharga 90.000,- USD.

Lagu-lagu Arulan Band terkenal karena manuver gitar yang dilakukan oleh para gitarisnya yang menggunakan gitar fender. Konon, dari sinilah kecintaan Sjahrul akan gitar fender bermula. Selain melodinya, ciri lain yang tak terlepaskan dari Arulan Band adalah ‘keberanian’ mereka dalam mempopulerkan lagu-lagu daerah Sumatera Selatan seperti “Dek Sangke” dan “Kabile-bile”. Jika dulu piringan hitam lagu-lagu Arulan Band laris-manis di pasaran, kini piringan-piringan tersebut menjelma menjadi barang koleksi yang sangat langka dan bernilai tinggi. Seperti para personelnya yang meski tak lagi populer di kalangan penggemar musik “mainstream”, namun tetap mendapat posisi di hati hati para penggemar musik lawas.

(Sumber : voicemagz.com; sjaghoba.com; tirto.id; josechoalinge-situs.blogspot.co.id)

Tags

Related Post

Leave a Comment

Ads - Before Footer